Teknik Budidaya Bawang Merah
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan nasional yang sangat fluktuatif harga maupun produksinya. Hal ini terjadi karena pasokan produksi yang tidak seimbang antara panenan pada musimnya serta panenan diluar musim. Salah satu diantaranya disebabkan tingginya intensitas serangan hama dan penyakit terutama bila penanaman dilakukan diluar musim. Selain itu bawang merah merupakan komoditas yang tidak dapat disimpan lama, hanya bertahan 3-4 bulan padahal konsumen membutuhkannya setiap saat.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan untuk ekspor diperlukan produk yang mempunyai kualitas baik dan aman dikonsumsi. Untuk memenuhi hal tersebut maka proses produksi perlu dilakukan secara baik sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) berbasis norma budidaya yang baik dan benar (Good Agriculture Practices/GAP) sehingga diharapkan tidak banyak lagi petani yang melakukan proses produksi tanpa memperhatikan hal tersebut karena efisiensi ekonomis tidak akan diperoleh jika tetap menggunakan pestisida dan pemupukan anorganik secara berlebihan sehingga tidak efisien.
Masalah utama usahatani bawang merah diluar musim adalah tingginya resiko kegagalan panen karena lingkungan yang kurang menguntungkan, terutama serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit penting pada bawang merah antara lain: ulat bawang (Spodoptera exigua) dan Thrips. Sedangkan penyakitnya meliputi antraknose, fusarium dan trotol.
Keberadaan hama dan penyakit tersebut menyebabkan petani menggunakan pestisida secara berlebihan karena petani beranggapan bahwa keberhasilan usahatani ditentukan oleh keberhasilan pengendalian hama dan penyakit, yaitu dengan meningkatkan takaran, frekuensi dan komposisi jenis campuran pestisida yang digunakan. Akibatnya biaya usatani bawang merah semakin tinggi dan keuntungan yang diperoleh tidak seimbang serta tidak memperhatikan konsep pertanian ramah lingkungan. Dampak lain penggunaan pestisida yang berlebihan yaitu ledakan dari hama sekunder.
Untuk mengantisipasi masalah diatas salah satu usaha yaitu mencari dan menggali varietas-varietas bawang merah yang mempunyai sifat-sifat unggul terutama dalam hal produksi serta ketahanan terhadap hama dan penyakit utama sehingga varietas bawang merah tersebut mampu berproduksi walaupun serangan hama dan penyakit cukup berat. Bilamana varietas unggul yang tahan terhadap hama dan penyakit diperoleh maka varietas tersebut dapat ditanam pada luar musim sehingga kesinambungan produksi bawang merah dapat terjamin.
Dari 141 varietas bawang merah yang ada termasuk varietas introduksi belum didapatkan varietas yang tahan terhadap penyakit di atas kecuali varietas Sumenep yang relatif tahan terhadap penyakit “Otomatis” tetapi tidak tahan terhadap penyakit “Alternaria”. Sayangnya varietas ini tidak mampu berbunga dan belum diketahui cara merangsang bunganya, serta berumur panjang walaupun mempunyai kualitas terbaik untuk bawang goreng (Permadi, 1992). Beberapa galur somaklonal dari varietas Sumenep sudah dihasilkan oleh Balitsa Lembang dan sudah dilakukan uji daya hasilnya di beberapa lokasi. Hasil somaklonal dari varietas Sumenep mempunyai umbi yang lebih besar dengan warna yang lebih mengarah kemerah muda dibandingkan varietas Sumenep yang asli. Diharapkan galur somaklonal Sumenep tetap mempunyai sifat tahan terhadap hama dan penyakit utama serta mempunyai umbi besar, warna menarik dan rasa bawang goreng yang lebih enak.
Kesesuaian Agroekologi
Persyaratan kesesuaian agroekologi untuk usahatani bawang merah terutama ditentukan oleh kelembaban, tekstur, struktur dan kesuburan tanah. Secara umum tanaman bawang merah memerlukan bulan kering 4-5 bulan , curah hujan 1000-1500 mm/th, drainase dan kesuburan baik, tekstur lempung berpasir dan struktur remah (Widjajanto et al, 1998). Sedangkan setiap varietas bawang merah mempunyai daya adaptasi yang lebih khusus pada agroekologi tertentu, seperti halnya varietas Super Philip dan Bauji.
Bawang merah varietas Super Philip dapat diusahakan mulai di dataran rendah hingga di dataran tinggi, yaitu 20 m – 1000 m dpl. Sangat sesuai ditanam di musim kemarau dengan sinar matahari dibutuhkan sebanyak-banyaknya dan lahan tidak ternaungi. Tanah yang diinginkan yaitu berdrainase baik dan kesuburan tinggi, tekstur lempung berpasir dan struktur remah dengan pH 6-6,5. Dapat dibudidayakan di lahan sawah, lahan kering atau lahan tegalan, dengan jenis tanah bervariasi dari Aluvial, Latosol dan Andosol (Baswarsiati et al, 1998).
Bawang merah varietas Bauji dapat diusahakan di dataran rendah yaitu 20 m –400 m dpl, sangat sesuai ditanam di musim hujan. Tanah yang diinginkan berdrainase baik dan kesuburan tinggi, tekstur lempung berpasir dan struktur remah dengan pH 6-6,5. Dapat dibudidayakan di lahan sawah, dengan jenis tanah bervariasi dari Aluvial, Latosol dan Andosol (Baswarsiati et al , 1998). Sedangkan varietas Batu Ijo sesuai ditanam di dataran tinggi 1000-1500 m dpl pada musim kemarau.
Pengolahan Tanah
Bawang merah membutuhkan kondisi tanah yang lebih gembur dibanding tanaman sayuran lainnya. Oleh karenanya pengolahan tanah pada bawang merah dilakukan sampai beberapa kali hingga tanah benar-benar menjadi gembur. Bila tanah yang digunakan merupakan tanah bekas ditanami jagung maupun tebu, maka sisa tanaman tersebut harus dibersihkan hingga akar-akarnya supaya tidak mengganggu pertumbuhan bawang merah. Dapat juga menggunakan herbisida sebelum tanah di olah untuk mematikan rumput dan gulma lainnya, seperti Goal maupun Roundup yang diberikan dua minggu sebelum tanah diolah. Tanah diolah dengan cara dibajak lebih dari 4 kali hingga tanah menjadi gembur dan tanah dikeringkan lebih dari seminggu. Kemudian tanah dihaluskan lagi, setelah halus dapat dibuat bedengan dengan ukuran untuk musim kemarau: tinggi dengan 25 cm kedalaman parit 30-40 cm lebar parit 50 cm. Untuk musim hujan: tinggi bedengan 40 cm, kedalaman parit 50 cm, lebar parit 50 cm.
Pada budidaya bawang merah sangat diperl ukan pembentukan bedengan, dimana adanya bedengan berfungsi agar tanaman bawang merah tidak selalu tergenang air dan air yang disiramkan segera habis terserap.Setelah bedengan terbentuk, maka ditaburi pupuk kotoran ternak (pupuk kandang) yang sudah benar-benar matang, ditandai dengan kotoran ternak sudah seperti tanah yang gembur. Dosis untuk kotoran ayam sebanyak 5 ton/ha, sedangkan untuk kotoran sapi maupun kambing sekitar 10-15 ton/ha. Namun dosis ini bisa menjadi lebih banyak maupun lebih sedikit tergantung dari kesuburan tanah.
Pupuk kandang yang diberikan bersamaan dengan pembuatan bedengan merupakan perlakuan pemberian pupuk dasar. Selain itu diberikan juga pupuk SP 36 dengan dosis 200 kg/ha swebagai pupuk dasar, yang ditaburkan merata pada seluruh permukaan bedengan. Pupuk kandang maupun SP 36 diberikan seminggu sebelum tanam. Setelah tanah dipupuk maka tanah diairi agar pupuk dapat meresap kedalam tanah.
Penanaman
Musim tanam optimal untuk bawang merah yaitu pada akhir musim hujan bulan Maret - April dan musim kemarau Mei – Juni, tetapi di daerah pusat produksi dapat dijumpai penanaman bawang merah tanpa mengenal musim, Untuk penanaman di luar musim (off season) perlu memperhatikan pengendalian hama dan penyakit lebih cermat.
Penanaman dilakukan setelah tanah dan bibit sudah dipersiapkan, dimana sebelum dilakukan penanaman tanah harus diari agar saat penanaman kondisi tanah gembur Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa bibit sebelum ditanam lebih baik dibersihkan dan diseleksi terlebih dulu agar pertumbuhan tanaman menjadi baik. Bila tidak diseleksi ditakutkan tercampurnya bibit yang jelek karena terserang penyakit seperti Fusarium, maka akan mengakibatkan pertanaman hancur karena Fusarium tersebut. Pembersihan bibit dilakukan sehari sebelum ditanam serta ujung bibit sudah dipotong, dan esoknya dapat dilakukan penanaman.
Untuk mempercepat proses penanaman, maka sebaiknya bedengan yang akan ditanami sudah digariti sesuai dengan jarak tanam yang digunakan, sehingga penanaman lebih mudah dilaksanakan. Jarak tanam yang dianjurkan yaitu 20 cm x 15 cm, namun bila umbi bibit besar maka dapat menggunakan jarak tanam 20 x 20 cm. Penanaman dilakukan dengan cara menanam 2/3 bagian umbi ke dalam tanah, sedangkan 1/3 bagiannya muncul di atas tanah.
Pengairan
Bawang merah membutuhkan air dalam kondisi yang cukup sejak pertumbuhan awal hingga menjelang panen. Air yang diberikan pada tanaman walaupun dengan cara penggenangan/leb, namun harus segera meresap kedalam tanah. Bila tidak demikian maka tanaman akan menjadi busuk dan sebagai sumber penyakit. Oleh karena itu pembuatan bedengan sangat diperlukan pada budidaya bawang merah. Hal ini berhubunga sifat tanaman bawang merah yang membentuk umbi didalam tanah sehingga air yang terlalu banyak akan membuat umbi menjadi busuk.
Pada musim kemarau, pengairan dapat diberikan setiap hari sejak tanaman ditanam hingga tanaman membentuk umbi dan dikurangi setelah umbi terbentuk. Namun walaupun musim kemarau, bila kondisi tanah setelah diairi dan selang dua hari tanah masih basah, maka tanaman tidak perlu diairi. Oleh karena itu dituntut kepekaan petani dalam mengamati kebutuhan air bagi tanamannya.
Untuk musim hujan pengairan yang dibutuhkan lebih sedikit yaitu selang dua hari sekali. Seperti di atas maka yang penting melihat kondisi kelembaban tanah, bila tanah masih lembab sebaiknya tidak perlu diairi. Yang penting diamati yaitu setelah turun hujan, sebaiknya tanaman bawang merah disirami dengan air bersih yang tujuannya untuk menghilangkan inokulum dari penyakit yang kemungkinan menempel di daun.
Cara pengairan dapat dilakukan dengan penggenangan/leb maupun denan cara disiram/disirat. Kedua cara tersebut sebenarnya mempunyai kelebihan dan kekurangan. Untuk cara leb sebaiknya dilakukan pada kondisi tanah yang porous, sehingga air yang tergenang cepat habis (tuntas), walaupun cara ini membutuhkan waktu yang lebih pendek dibandingkan cara disiram. Sedangkan cara siram membutuhkan tenaga lebih banyak dan waktu lebih lama. Namun di daerah tertentu kedua cara tersebut juga dilakukan bersamaan .
Pemupukan
Pemupukan pada bawang merah sangat dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan tanaman dan produksi umbi yang lebih baik. Namun pemupukan tidak perlu diberikan secara berlebihan karena pupuk malahan akan terbuang dengan percuma. Seperti misalnya setelah tanaman membentuk umbi, maka sebaiknya pemupukan dihentikan. Terkadang ada petani yang tetap memberikan pupuk walaupun tanaman telah berumur diatas 4- hari, dan ini hanya membuang pupuk dengan sia-sia.
Dosis pupuk sebenarnya bukan merupakan patokan yang harus ditepati, karena memupuk suatu tanaman akan berbeda pada setiap kondisi kesuburan tanah yang berbeda. Namun dosis pupuk yang dapat dianjurkan pada jenis tanah aluvial, seperti daerah Banyuanyar, Probolinggo maupun Sidokare-Rejoso, Nganjuk seperti berikut. Pupuk dasar menggunakan 10 t/ha pupuk kandang dan SP 36 200 kg/ha yang diberikan 7 hari sebelum tanam. Sedangkan pemupukan berikutnya menggunakan pupuk urea 200 kg/ha, ZA 450 kg/ha dan KCl 200 kg/ha yang diberikan separo-separo pada saat tanaman berumur 15 hari dan 30 hari setelah tanam. Cara pemupukan dengan meletakkan pada larikan di sekitar tanaman, kemudian ditutup dengan tanah.
Pemberian pupuk pelengkap yang banyak beredar di pasar sebenarnya kurang bermanfaat bagi peningkatan pertumbuhan dan produksi bawang merah. Namun pupuk pelengkap tersebut hanya sebagai tambahan nutrisi pelengkap karena pada umumnya mengandung unsur mikro. Untuk tanaman bawang merah, unsur mikro kurang diperlukan karena tanaman bawang merah berumur pendek yaitu sekitar 60-70 hari. Sedangkan unsur mikro proses pelarutannya dan penyerapannya ke dalam tanaman lama sehingga lebih sesuai bagi tanaman sayuran yang berumur panjang seperti cabai atau tomat.
DAFTAR PUSTAKA
Baswarsiati, L. Rosmahani, E. Korlina. E.P Kusumainderawati. 1997. Adaptasi beberapa varietas bawang merah di luar musim. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengkajian. BPTP Karang ploso.
Baswarsiati, L. Rosmahani, E. Korlina, B. Nusantoro. 1998. Pengkajian paket teknik budidaya bawang merah di luar musim. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengkajian. BPTP Karang ploso.
Musaddad, D dan R,M. Sinaga. 1995. Panen dan penanganan segar bawang merah dalam Teknologi Produksi Bawang Merah. Badan Litbang Pertanian.
Permadi, A.H. 1995. Pemuliaan bawang merah. dalam Teknologi Produksi Bawang Merah. Badan Litbang Pertanian.
Rosmahani, L. E. Korlina, Baswarsiati dan F. Kasijadi. 1998. Pengkajian teknik pengendalian hama dan penyakit penting bawang merah tanam di luar musim. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengkajian. BPTP Karang ploso.