Kuasai Pemasaran, Ciri Petani Milenial Cerdas Berwirausaha
LEMBANG. Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, telah mengukuhkan 2.000 Duta Petani Milenial dan Duta Petani Andalan. “Tongkat estafet pertanian harus segera diberikan kepada generasi muda karena di tangan mereka sektor pertanian akan maju, mandiri, dan modern.” Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Dedi Nursyamsi menyatakan, “target hingga tahun 2024 kita mencetak 2,5 juta petani milenial.”
Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang kembali menggelar Pelatihan Kewirausahaan bagi Petani Muda Duta Petani Milenial (DPM) dan Duta Petani Andalan (DPA). Pelatihan gelombang 3 ini melatih 92 orang (3 angkatan) DPM DPA dari Wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Maluku. Pelatihan yang dilaksanakan dengan model blended learning memadukan sesi online dan offline ini, dilaksanakan sesi offline di BBPP Lembang selama 3 hari 5 - 7 Oktober 2021.
Rabu (06/10/2021), Widyaiswara BBPP Lembang, Elvina Herdiani, Yeyep Dintan, dan N. Ida Farida, di 3 kelas berbeda, menjelaskan materi Strategi Pemasaran. “Dalam pemasaran produk pertanian, yang penting adalah prinsip 4P yaitu Price, Promotion, Product, dan Place,” jelas Elvina. Dirinya memaparkan juga tentang strategi pengembangan produk diantaranya branding yang dengan maksud memberi nama pada suatu produk yang dapat membedakannya dengan produk lain, dan labelling yang memberi informasi verbal tentang produk atau penjualnya.
Di hadapan peserta pelatihan yang merupakan petani muda DPM DPA yang beberapa waktu lalu telah dikukuhkan oleh Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, dijelaskan pula tentang metode penetapan harga yaitu: 1) penetapan harga berdasarkan biaya, 2) penetapan harga bersaing, 3) penetapan harga penetrasi, 4) perjenjangan pasar, dan 5) daya serap pasar.
Untuk memahami langsung proses pemasaran produk pertanian yang dijalankan di BBPP Lembang, peserta diajak berkunjung ke Inkubator Usahatani (IUT) dan Packing House (PH). Peserta diminta oleh widyaiswara untuk menggali tentang komponen 4P dalam pemasaran.
Diketahui, IUT dan PH memiliki sistem pemasaran yang berbeda. IUT menerapkan sistem pemasaran jual putus, pembayaran dilakukan langsung saat produk tersedia. Sedangkan sistem pemasaran di PH melalui koperasi petani Bavas, yang memasarkan produk petani binaan yang melakukan kontrak dengan Bavas, ada perjanjian kerjasama yang ditandatangani kedua belah pihak.
Dari hasil kunjungan di IUT dan PH, diperoleh informasi kelebihan dan kelemahan masing-masing sistem pemasaran dikaitkan dengan komponen 4 P. Selanjutnya Widyaiswara mengajak peserta untuk menetapkan sistem pemasaran yang sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing.
Peserta dari dari Maluku menyampaikan kesannya, “Kunjungan ke IUT dan PH membuka wawasan kami tentang sistem pemasaran yang tepat untuk wilayah kami,” ungkapnya.