PERAN PENELITIAN DALAM PELATIHAN

PERAN PENELITIAN DALAM PELATIHAN

 

Rochajat Harun3.jpgPelatihan yang diselenggarakan tanpa adanya penelitian terlebih dahulu adalah seperti halnya sebuah mobil tanpa pengemudi. Tanpa pengemudi mobil akan bergerak tanpa tujuan, tidak mempedulikan arah clan pengawasan. Gerakan tanpa tujuan demikian itu jelas tidak hanya berbahaya, tetapi juga sama sekali tidak efisien. 

Penelitian atau Riset adalah suatu sebutan yang diberikan kepada suatu prosedur umum untuk menyelidiki dan mempelajari suatu masa­lah. Kata "Penelitian" mengandung keperluan untuk menyelidiki "se­suatu" dan tujuannya adalah untuk mendapatkan fakta-fakta dan prin­sip-prinsip. Penelitian merupakan suatu penyelidikan yang kritis dalam setiap masalah yang ditandai oleh keraguan dan ketidak-tentuan. Pe­nelitian mencakup penerapan pemikiran yang logis, reflektif, dan siste­matik dengan tujuan untuk mendapatkan fakta-fakta dan prinsip-prin­sip yang dapat dihubungkan dengan pemecahan masalah.

 

 

Penelitian pelatihan berhubungan dengan fakta-fakta, data-data, dan prinsip-prinsip yang diperlukan untuk melaksanakan program pela­tihan. Frank A. De Phillips dan kawan-kawan, menyebutkan beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan pelatihan yang menuntut penelitian atau riset yang sistematik, yaitu :

 

  1.  Apakah suatu instansi/lembaga akan melaksanakan suatu program pelatihan ?
  2. Apakah kebijaksanaan dan tujuan program pelatihan ?
  3. Apakah isi program pelatihan itu ?
  4. Metode apakah yang akan dipergunakan untuk menjamin bahwa program pelatihan akan sukses ?
  5. Siapa yang akan melaksanakan pelatihan ? 
  6. 6. Bagaimana pelatihan itu akan dimulai ?

 

 

Anggapan bahwa penelitian dan pelatihan merupakan fungsi-fungsi yang terpisah adalah tidak benar. Dalam beberapa hal adalah mustahil menyelenggarakan suatu pelatihan tanpa menggunakan penelitian. Penelitian perlu untuk menentukan arah, cara, kebutuhan, dan hasil pene­litian. Dengan kata lain, penelitian dilakukan sebelum, selama, dan se­sudah pelatihan diselenggarakan. Hal ini dilakukan berulang kali. Ini berarti, penelitian tidak dapat dipisahkan dari pelatihan dan pada hake­katnya dilakukan secara terus-menerus. Pengukuran hasil pelatihan me­rupakan salah satu alat pengawasan yang paling efektif yang dimiliki oleh manajemen, dan penelitian merupakan cara yang paling efektif un­tuk mengukur hasil pelatihan. 

Agaknya jelaslah, bahwa setiap perbaikan dalam pelatihan yang sedang diteliti atau yang sedang dilaksanakan dalam suatu Balai Latihan, Organisasi, Instansi ataupun Perusahaan, hanya dapat dilakukan apabila para pimpinan atau manajer menghubungkan penelitian dan program pelatihan dengan tepat. 
 
Untuk melaksanakan suatu penelitian yang efektif, maka perlu di­ketahui prinsip-prinsip dan asas-asas pengetahuan tentang penelitian guna memperoleh keterampilan dan sarana, dan untuk mengembangkan sikap yang baik terhadap pemecahan masalah secara sistematik. Dalam hal ini McGehee menyatakan : The failure to make adequate evaluation of training techniques and methods arises from two sources. First, training personnel, by and in large are not acquainted with the exact methods of controlled research and statistical technique. Second, and perhaps even more important, industrial executives have not been indoctrinated into the necessity of careful evaluation of training as well as other personnel activities. (Kegagalan untuk mengadakan penilaian terhadap teknik­teknik dan metode-metode pelatihan yang memadai berasal dari dua sumber. Yang pertama, pegawai-pegawai dalam bidang pelatihan pada umumnya tidak diperkenalkan dengan metode-metode penelitian dan teknik statistik yang tepat. Yang kedua, bahkan mungkin yang lebih penting, pejabat-pejabat pimpinan tidak diperkenalkan dengan keper­luan baik mengenai penilaian pelatihan yang cermat maupun mengenai kegiatan-kegiatan kepegawaian lainnya). 

Bukti semacam ini mengingatkan kita, bahwa salah satu syarat yang penting bagi seseorang yang berusaha melaksanakan pelatihan adalah memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang metodologi penelitian. Secara logis, hal memperoleh pengetahuan tentang penelitian, harus dimulai dengan pengertian tentang arti dan hakekat penelitian.

Menggaris bawahi apa yang telah diuraikan di atas, ternyata bah­wa antara Penelitian atau Riset dengan Pelatihan itu saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Penelitian merupakan bagian yang melekat dan saling jalin-menjalin dengan program pelatihan. Penelitian diper­gunakan untuk mengawali suatu program pelatihan, dan akhirnya un­tuk menilai efektivitas program pelatihan. Penelitian harus merupakan segi pelatihan yang sifatnya terus-menerus dan tidak ada akhirnya.

Tujuan Penelitian dalam program-program DIKLAT yang paling umum sudah jelas, yakni perbaikan efisiensi pelatihan. Masalahnya adalah mengadakan penyelidikan secara kritis setiap tahap mekanisme pelatihan untuk menentukan apakah tujuan program telah tercapai.

Perlu dipahami, bahwa tujuan setiap program pelatihan adalah mengubah perilaku manusia ke suatu arah yang telah ditentukan se­belumnya guna meningkatkan efisiensi. Oleh karena penelitian yang dilakukan merupakan bagian pelatihan yang tidak dapat dipisahkan, maka akibatnya ialah bahwa tujuan utama suatu program pelatihan ha­rus juga diarahkan kepada peningkatan efisiensi manusia. Dengan de­mikian sasaran utama pemusatan penelitian adalah keadaan manusia atau pegawai yang perilakunya perlu diubah.

Akan tetapi mengubah perilaku manusia harus dicerminkan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta-latih. Sesuai dengan itu maka penelitian harus ditujukan kepada suatu penyelidikan kritis da lam berbagai pengetahuan yang harus dialihkan kepada peserta-latih, misalnya: Apakah organisasi suatu instansi atau perusahaan, kebijak­sanaan, peraturan dan ketentuan, produk, mesin, bahan, peraturan ke­selamatan kerja, dan pengetahuan yang berhubungan lainnya penting bagi kehidupan pegawai sehari-hari ?

Bersamaan dengan pengetahuan, penelitian harus menganalisis ke­terampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara efi­sien. Contohnya keterampilan dalam bekerjanya mesin komputer, mesin tik, mesin hitung, mesin bubut, atau keterampilan dalam menggu­nakan peralatan untuk mengukur barang-barang yang teramat kecil. Demikian pula kecakapan yang diperlukan untuk tata buku, akunting, dan pekerjaan yang bersifat tata usaha lainnya. 
Akhirnya, penelitian harus mempelajari pekerjaan yang kompleks untuk mengubah sikap peserta-latih. Sikap mempunyai hubungan ti­dak langsung dengan cara menyesuaikan para pegawai dengan pekerjaannya, dengan organisasi Balai Latihan, dengan teman-teman seker­ja, dengan para atasan, dengan kehidupan di rumahnya, dan dengan masyarakat.

Apabila seorang pegawai merasa bahagia, dan puas dengan peker­jaannya, maka la akan menjadi karyawan yang lebih produktif. Oleh karena itu penelitian harus mempelajari baik hakikat sikap maupun cara mengubah sikap yang tidak baik guna mendapatkan pegawai yang merasa lebih puas dan lebih sesuai. 
Dengan demikian maka jelaslah bahwa tujuan penelitian dalam pelatihan, yang paling utama adalah membantu, dengan cara analitis dan kritis, dengan menggunakan fakta-fakta dan prinsip-prinsip yang akan memudahkan proses pengubahan perilaku manusia.

Lebih khusus, penelitian membantu mengembangkan program pe­latihan yang efisien dengan memberikan bukti-bukti atau fakta-fakta yang memungkinkan manajemen mengambil keputusan-keputusan yang baik. Keputusan-keputusan yang demikian mengandung masalah me­mutuskan apakah pelatihan diperlukan? Di mana pelatihan itu diper­lukan, kepada siapa pelatihan itu akan diberikan, bilamana pelatihan akan dilakukan, apa isi pelatihan itu, bagaimana pelatihan itu akan di­laksanakan, oleh siapa pelatihan itu akan dilakukan, dan apakah pela­tihan itu efisien ?

Penghalang-penghalang yang merintangi pelaksanaan penelitian dalam suatu program pelatihan itu ada bermacam-macam. Penghalang penghalang itu mencakup pembatasan keuangan, sampai kepada sifat­ sifat kepribadian yang tidak menguntungkan bagi program penelitian.

Dari sudut keuangan, banyak pimpinan Balai Latihan, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian, Instansi, perusahaan dan lain-lain, memandang penelitian sebagai penghamburan uang, khususnya apabila pengeluaran uang dipergunakan untuk penyelidikan yang berhubungan dengan nilai manusia. Pada umumnya dapat dikatakan manajer mengeluarkan uang jutaan rupiah tiap tahun untuk keperluan penelitian yang berhubungan dengan kemajuan teknologi, tetapi sebaliknya, mengeluarkan sedikit uang untuk keperluan penelitian perilaku manusia.

Mungkin salah satu alasannya adalah bahwa kebanyakan pim­pinan Balai Latihan, Instansi maupun Pengusaha memandang efisiensi itu dari sudut pandangan yang agak sempit. Mereka memandang efi­siensi sebagai masalah pencapaian jumlah produksi yang paling ba­nyak dengan biaya yang serendah-rendahnya. Ini mempakan tujuan organisasi yang sangat penting dan patut dicontoh. Tetapi apabila alat untuk mencapai tujuan ini gagal memberikan nilai kepada manusia da­lam hasil-hasil yang diperolehnya, maka menurut logika penjelasan tersebut adalah tidak benar.

Sudut pandangan efisiensi yang sempit sering tercermin dalam tujuan banyak program pelatihan, karena kebanyakan penelitian yang dilakukan sebagian besar berhubungan dengan perubahan secara cepat dalam keterampilan dan pengetahuan, yang akan diwujudkan dalam peningkatan produktivitas dengan segera. Titik berat dalam pelatihan demikian biasanya terletak pada hal mempengaruhi perubahan dalam perilaku manusia tanpa memperhatikan perasaan, sikap, dan pendapat pegawai. Kenyataannya adalah manusia tidak dapat dibagi menjadi dua bagian, karena manusia bekerja dan berfungsi sebagai suatu kesatuan.

Secara singkat, keterampilan dan pengetahuan tidak dapat dipi­sahkan dari nilai-nilai dan sikap-sikap manusia. Penelitian dan Pela­tihan, tidak memandang apakah itu pelatihan kerja, pelatihan pengawas, atau pelatihan pengembangan. Namun harus disadari akan per­samaan manusia dan mencari cara-cara memerintah dan mengembang­kan orang-orang untuk menjadikan mereka merasa lebih puas dan lebih sesuai dengan lingkungannya. 
Masalah yang sama pentingnya adalah mengetahui bahwa banyak pimpinan unit organisasi, Balai Latihan, Instansi maupun Perusahaan tidak menyadari akan tanggung jawab sosialnya dan memenuhinya. Untuk mencapai hal itu, manajemen harus menggunakan pelatihan untuk mendidik keamanan, kesehatan, hubungan manusiawi, dan kon­sep-konsep ekonomi yang sesuai dengan cita-cita cara hidup dalam alam demokrasi.

Oleh karena itu, salah satu penghalang yang sangat penting dalam penelitian pelatihan adalah sikap dari manajer-manajer puncak yang mempunyai penafsiran yang sempit mengenai keuntungan dan efisiensi.

Penelitian pelatihan menuntut kerjasama dan koordinasi dari ba­nyak tingkat kelompok manajemen, termasuk pegawai-pegawai. Mes­kipun demikian, apabila diperlukan peran serta, hal ini tidak selalu ada.Manajer-manajer puncak, manajer-manajer tengah, dan pengawas-pe­ngawas sering merasa, bahwa penelitian pelatihan merupakan pembo­rosan waktu dan gangguan terhadap rencana kerja. Dengan tidak menyadari akan pentingnya penelitian, mereka itu dengan tidak sengaja memberikan banyak penghalang dalam perilaku para peneliti.

Demikian pula, peneliti pelatihan juga berbuat salah, khususnya dalam kemampuannya untuk memahami masalah-masalah manajemen dan peristilahan, dan daiam ketidakmampuannya untuk menjadikan "mudah dilaksanakan". Peneliti kadang-kadang dianggap terlalu aka­demik dan teoritis, karena biasanya la tidak berhubungan dengan ge­jala-gejala luar, tetapi dengan prinsip-prinsip dan sebab-sebab utama. Sudut pandangan demikian cenderung bertentangan dengan keinginan manajer untuk mendapatkan pemecahan kesulitan dengan segera.

Meskipun semua penghalang yang telah dikemukakan adalah pen­ting diketahui, tetapi tekanan utama perlu dipusatkan pada kebutuhan akan pengertian tentang sarana-sarana dan metode-metode pelatihan yang lebih balk. Penelitian merupakan suatu penyelidikan kritis dalam bidang kesangsian dan ketidakpastian, penerapan berpikir logis, siste­matik dan teratur untuk mendapatkan fakta-fakta dan prinsip-prinsip yang akan memecahkan kesulitan. Untuk mencapai tujuan ini, seorang Widyaiswara harus mempunyai pendidikan, pengetahuan dan keteram­pilan penelitian, untuk menyelesaikan pekerjaannya secara efektif.

 

 

 
 
________________________