PERAN PENELITIAN DALAM PELATIHAN
PERAN PENELITIAN DALAM PELATIHAN
Penelitian atau Riset adalah suatu sebutan yang diberikan kepada suatu prosedur umum untuk menyelidiki dan mempelajari suatu masalah. Kata "Penelitian" mengandung keperluan untuk menyelidiki "sesuatu" dan tujuannya adalah untuk mendapatkan fakta-fakta dan prinsip-prinsip. Penelitian merupakan suatu penyelidikan yang kritis dalam setiap masalah yang ditandai oleh keraguan dan ketidak-tentuan. Penelitian mencakup penerapan pemikiran yang logis, reflektif, dan sistematik dengan tujuan untuk mendapatkan fakta-fakta dan prinsip-prinsip yang dapat dihubungkan dengan pemecahan masalah.
- Apakah suatu instansi/lembaga akan melaksanakan suatu program pelatihan ?
- Apakah kebijaksanaan dan tujuan program pelatihan ?
- Apakah isi program pelatihan itu ?
- Metode apakah yang akan dipergunakan untuk menjamin bahwa program pelatihan akan sukses ?
- Siapa yang akan melaksanakan pelatihan ?
- 6. Bagaimana pelatihan itu akan dimulai ?
Agaknya jelaslah, bahwa setiap perbaikan dalam pelatihan yang sedang diteliti atau yang sedang dilaksanakan dalam suatu Balai Latihan, Organisasi, Instansi ataupun Perusahaan, hanya dapat dilakukan apabila para pimpinan atau manajer menghubungkan penelitian dan program pelatihan dengan tepat.
Bukti semacam ini mengingatkan kita, bahwa salah satu syarat yang penting bagi seseorang yang berusaha melaksanakan pelatihan adalah memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang metodologi penelitian. Secara logis, hal memperoleh pengetahuan tentang penelitian, harus dimulai dengan pengertian tentang arti dan hakekat penelitian.
Menggaris bawahi apa yang telah diuraikan di atas, ternyata bahwa antara Penelitian atau Riset dengan Pelatihan itu saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Penelitian merupakan bagian yang melekat dan saling jalin-menjalin dengan program pelatihan. Penelitian dipergunakan untuk mengawali suatu program pelatihan, dan akhirnya untuk menilai efektivitas program pelatihan. Penelitian harus merupakan segi pelatihan yang sifatnya terus-menerus dan tidak ada akhirnya.
Tujuan Penelitian dalam program-program DIKLAT yang paling umum sudah jelas, yakni perbaikan efisiensi pelatihan. Masalahnya adalah mengadakan penyelidikan secara kritis setiap tahap mekanisme pelatihan untuk menentukan apakah tujuan program telah tercapai.
Perlu dipahami, bahwa tujuan setiap program pelatihan adalah mengubah perilaku manusia ke suatu arah yang telah ditentukan sebelumnya guna meningkatkan efisiensi. Oleh karena penelitian yang dilakukan merupakan bagian pelatihan yang tidak dapat dipisahkan, maka akibatnya ialah bahwa tujuan utama suatu program pelatihan harus juga diarahkan kepada peningkatan efisiensi manusia. Dengan demikian sasaran utama pemusatan penelitian adalah keadaan manusia atau pegawai yang perilakunya perlu diubah.
Akan tetapi mengubah perilaku manusia harus dicerminkan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta-latih. Sesuai dengan itu maka penelitian harus ditujukan kepada suatu penyelidikan kritis da lam berbagai pengetahuan yang harus dialihkan kepada peserta-latih, misalnya: Apakah organisasi suatu instansi atau perusahaan, kebijaksanaan, peraturan dan ketentuan, produk, mesin, bahan, peraturan keselamatan kerja, dan pengetahuan yang berhubungan lainnya penting bagi kehidupan pegawai sehari-hari ?
Bersamaan dengan pengetahuan, penelitian harus menganalisis keterampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara efisien. Contohnya keterampilan dalam bekerjanya mesin komputer, mesin tik, mesin hitung, mesin bubut, atau keterampilan dalam menggunakan peralatan untuk mengukur barang-barang yang teramat kecil. Demikian pula kecakapan yang diperlukan untuk tata buku, akunting, dan pekerjaan yang bersifat tata usaha lainnya.
Akhirnya, penelitian harus mempelajari pekerjaan yang kompleks untuk mengubah sikap peserta-latih. Sikap mempunyai hubungan tidak langsung dengan cara menyesuaikan para pegawai dengan pekerjaannya, dengan organisasi Balai Latihan, dengan teman-teman sekerja, dengan para atasan, dengan kehidupan di rumahnya, dan dengan masyarakat.
Apabila seorang pegawai merasa bahagia, dan puas dengan pekerjaannya, maka la akan menjadi karyawan yang lebih produktif. Oleh karena itu penelitian harus mempelajari baik hakikat sikap maupun cara mengubah sikap yang tidak baik guna mendapatkan pegawai yang merasa lebih puas dan lebih sesuai.
Dengan demikian maka jelaslah bahwa tujuan penelitian dalam pelatihan, yang paling utama adalah membantu, dengan cara analitis dan kritis, dengan menggunakan fakta-fakta dan prinsip-prinsip yang akan memudahkan proses pengubahan perilaku manusia.
Lebih khusus, penelitian membantu mengembangkan program pelatihan yang efisien dengan memberikan bukti-bukti atau fakta-fakta yang memungkinkan manajemen mengambil keputusan-keputusan yang baik. Keputusan-keputusan yang demikian mengandung masalah memutuskan apakah pelatihan diperlukan? Di mana pelatihan itu diperlukan, kepada siapa pelatihan itu akan diberikan, bilamana pelatihan akan dilakukan, apa isi pelatihan itu, bagaimana pelatihan itu akan dilaksanakan, oleh siapa pelatihan itu akan dilakukan, dan apakah pelatihan itu efisien ?
Penghalang-penghalang yang merintangi pelaksanaan penelitian dalam suatu program pelatihan itu ada bermacam-macam. Penghalang penghalang itu mencakup pembatasan keuangan, sampai kepada sifat sifat kepribadian yang tidak menguntungkan bagi program penelitian.
Dari sudut keuangan, banyak pimpinan Balai Latihan, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian, Instansi, perusahaan dan lain-lain, memandang penelitian sebagai penghamburan uang, khususnya apabila pengeluaran uang dipergunakan untuk penyelidikan yang berhubungan dengan nilai manusia. Pada umumnya dapat dikatakan manajer mengeluarkan uang jutaan rupiah tiap tahun untuk keperluan penelitian yang berhubungan dengan kemajuan teknologi, tetapi sebaliknya, mengeluarkan sedikit uang untuk keperluan penelitian perilaku manusia.
Mungkin salah satu alasannya adalah bahwa kebanyakan pimpinan Balai Latihan, Instansi maupun Pengusaha memandang efisiensi itu dari sudut pandangan yang agak sempit. Mereka memandang efisiensi sebagai masalah pencapaian jumlah produksi yang paling banyak dengan biaya yang serendah-rendahnya. Ini mempakan tujuan organisasi yang sangat penting dan patut dicontoh. Tetapi apabila alat untuk mencapai tujuan ini gagal memberikan nilai kepada manusia dalam hasil-hasil yang diperolehnya, maka menurut logika penjelasan tersebut adalah tidak benar.
Sudut pandangan efisiensi yang sempit sering tercermin dalam tujuan banyak program pelatihan, karena kebanyakan penelitian yang dilakukan sebagian besar berhubungan dengan perubahan secara cepat dalam keterampilan dan pengetahuan, yang akan diwujudkan dalam peningkatan produktivitas dengan segera. Titik berat dalam pelatihan demikian biasanya terletak pada hal mempengaruhi perubahan dalam perilaku manusia tanpa memperhatikan perasaan, sikap, dan pendapat pegawai. Kenyataannya adalah manusia tidak dapat dibagi menjadi dua bagian, karena manusia bekerja dan berfungsi sebagai suatu kesatuan.
Secara singkat, keterampilan dan pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai dan sikap-sikap manusia. Penelitian dan Pelatihan, tidak memandang apakah itu pelatihan kerja, pelatihan pengawas, atau pelatihan pengembangan. Namun harus disadari akan persamaan manusia dan mencari cara-cara memerintah dan mengembangkan orang-orang untuk menjadikan mereka merasa lebih puas dan lebih sesuai dengan lingkungannya.
Masalah yang sama pentingnya adalah mengetahui bahwa banyak pimpinan unit organisasi, Balai Latihan, Instansi maupun Perusahaan tidak menyadari akan tanggung jawab sosialnya dan memenuhinya. Untuk mencapai hal itu, manajemen harus menggunakan pelatihan untuk mendidik keamanan, kesehatan, hubungan manusiawi, dan konsep-konsep ekonomi yang sesuai dengan cita-cita cara hidup dalam alam demokrasi.
Oleh karena itu, salah satu penghalang yang sangat penting dalam penelitian pelatihan adalah sikap dari manajer-manajer puncak yang mempunyai penafsiran yang sempit mengenai keuntungan dan efisiensi.
Penelitian pelatihan menuntut kerjasama dan koordinasi dari banyak tingkat kelompok manajemen, termasuk pegawai-pegawai. Meskipun demikian, apabila diperlukan peran serta, hal ini tidak selalu ada.Manajer-manajer puncak, manajer-manajer tengah, dan pengawas-pengawas sering merasa, bahwa penelitian pelatihan merupakan pemborosan waktu dan gangguan terhadap rencana kerja. Dengan tidak menyadari akan pentingnya penelitian, mereka itu dengan tidak sengaja memberikan banyak penghalang dalam perilaku para peneliti.
Demikian pula, peneliti pelatihan juga berbuat salah, khususnya dalam kemampuannya untuk memahami masalah-masalah manajemen dan peristilahan, dan daiam ketidakmampuannya untuk menjadikan "mudah dilaksanakan". Peneliti kadang-kadang dianggap terlalu akademik dan teoritis, karena biasanya la tidak berhubungan dengan gejala-gejala luar, tetapi dengan prinsip-prinsip dan sebab-sebab utama. Sudut pandangan demikian cenderung bertentangan dengan keinginan manajer untuk mendapatkan pemecahan kesulitan dengan segera.
Meskipun semua penghalang yang telah dikemukakan adalah penting diketahui, tetapi tekanan utama perlu dipusatkan pada kebutuhan akan pengertian tentang sarana-sarana dan metode-metode pelatihan yang lebih balk. Penelitian merupakan suatu penyelidikan kritis dalam bidang kesangsian dan ketidakpastian, penerapan berpikir logis, sistematik dan teratur untuk mendapatkan fakta-fakta dan prinsip-prinsip yang akan memecahkan kesulitan. Untuk mencapai tujuan ini, seorang Widyaiswara harus mempunyai pendidikan, pengetahuan dan keterampilan penelitian, untuk menyelesaikan pekerjaannya secara efektif.