Tantangan Widyaiswara
WIdyaiswara
Menyambut Tantangan di Masa Mendatang
(Sebuah Refleksi)
Dalam ranah masyarakat awam, Widyaiswara diasumsikan sebagai suara bayang-bayang, dalam artian bahwa kata tersebut sering terdengar tetapi kurang dimengerti arti, fungsi maupun keberadaannya. Agak berbeda dengan guru, dosen, instruktur atau bahkan pelatih yang memiliki keahlian dan bidang tugas serta wilayah kerja tetap.Nama widyaiswara relative belum terlalu lama meskipun sebenarnya lembaga pendidikan dan pelatihan yang menjadi wadahnya telah lama berdiri.
Widyaiswara sebagai jabatan fungsional pada lembaga diklat juga semakin banyak dibicarakan, meskipun tidak setenar jabatan structural, baik pada jabatan pemerintah Pusat, Propinsi maupun Kabupaten. Sebagian orang juga masih menganalogikan widyaiswara sebagai “jabatan periferi” dimana merupakan tempat bagi mereka untuk memperpanjang usia pension, tidak mendapat tempat pada jabatan structural maupun karena disebabkan oleh masalah-masalah lainnya, sehingga mengharuskan seorang pejabat terpaksa untuk memilihnya.
Disamping kegiatan tersebut diatas, Widyaiswara juga memiliki peran sabagai berikut :
- Fasilitator
- Motivator
- Moderator
- Inspirator
- Innovator
- Dinamisator
Konsultan Kediklatan
Kondisi tersebut diatas harus menjadi catatan penting bagi seorang Widyaiswara, meskipun harus diakui pula bahwa banyak kendala bagi para Widyaiswara baik kendala internal maupun kendala eksternal. Tantangan lain yang tak kalah besarnya harus diidentifikasi sejak dini, antara lain :
-
Tuntutan dari para stakeholder (Partner lembaga kediklatan) agar Widyaiswara lebih memiliki kualifikasi 3 K (Kompeten. Kapabel dan Kredibel) yang belum sepenuhnya dapat terpenuhi.
-
Tuntutan dari para costumer (peserta diklat dalam berbagai tingkatan) juga semakin meningkat dengan kompleks dan strategis. Fungsi Widyaiswara yang semakin dituntut untuk menjadi fasilitator, stimulator, dan innovator (bahkan inspirator) daripada hanya sebagai pengajar dan pendidik semata. Peran fasiliator dan stimulator tentu saja telah dijalankan, tetapi masih susah untuk bergerak keatas menjadi motivator dan inspirator.
-
Tuntutan globalisasi agar widyaiswara juga dapat memainkan aktivitasnya sebaik mereka yang memiliki profesi sejenis (dosen, guru, pelatih, instruktur) pada bidangnya masing-masing.
-
Semakin tingginya interaksi antar sector pemerintah dengan sector lainnya juga menimbulkan keinginan lainnya agar widyaiswara berkiprah lebih aktif untuk memberikan kontribusi yang lebih signifikan dengan tidak meninggalkan norma-norma kediklatan yang selama ini dijalankan.
can not solve problems by using the same kind of thinking we used when we created them
Kompleksitas masalah, tantangan dan tuntutan masyarakat local sampai global mungkin tidak pernah terbayangkan akan secepat ini terjadi. Perubahan dibidang sosio-masyarakat, politik local, ekonomi, menguatnya kecenderungan demokrasi, modal, meningkatnya teknologi, terutama pada pola piker (mindset) termasuk juga bagi para widyaiswara yang harus memposisikan diri sebagai stimulator, innovator bahkan inspirator bagi para stakeholder dan costumernya.
Namun yang terjadi adalah adanya keenganan untuk memasuki zona discomfort (Zona ketidaknyamanan) karena perubahan pada hakekatnya adalah meninggalkan situasi kemapamanan yang lama terjadi kedalam kawasan baru yang telah dialami sebelumnya.
Tuntutan masa depan ini harus mulai diperhatikan, agar Widyaiswara akan dapat selalu menjadi panutan bagi masyarakat. Bravo Widyaiswara!!!
Dipetik dari berbagai sumber