Wanita
WANITA DAN GENERASI YANG DIBINANYA
Seorang ahli ilmu jiwa anak mempunyai dugaan bahwa pertumbuhan manusia harus diciptakan mulai dari masa bayinya, agar manusia itu tumbuh dengan perawatan dan sikap yang baik, maka peran ibu/wanita sangat penting untuk membinanya. Kehangatan cinta, sentuhan kasih sayang merupakan pupuk dan siraman yang menumbuh suburkan sifat-sifat kemanusiaan di kelak kemudian hari.
Walaupun bayi itu adalah seorang mahluq yang tidak berdaya, indranya belum berkembang, juga perasaannya belum tumbuh namun dirinya dalam perkembangan itu perlu diperhatikan. Bahwa setiap bayi atau calon manusia itu memerlukan adanya perasaan bahwa dirinya bisa diterima oleh lingkungannya dengan senang hati.
Walaupun bayi itu adalah seorang mahluq yang tidak berdaya, indranya belum berkembang, juga perasaannya belum tumbuh namun dirinya dalam perkembangan itu perlu diperhatikan. Bahwa setiap bayi atau calon manusia itu memerlukan adanya perasaan bahwa dirinya bisa diterima oleh lingkungannya dengan senang hati.
Sungguhpun akan berbeda anak yang mendapat perhatian yang intensif dan anak yang tumbuh dan besar dengan hanya diberi makan minum saja. Anak yang tumbuh dengan tanpa perhatian, kurang kasih sayang, pemeliharaan rasa cinta dari sang ibu, kelak kemudiannya akan kurang sempurna. Misalnya jadi anak nakal, kecewa penuh rasa rendah diri dan berbuat nekad-nekad yang sering membahayakan kawan maupun lawan. Sering kita lihat anak orang kaya/miskin yang dirumahnya penuh makanan, pakaian, tapi mereka kering rasa cinta orang tuanya, kurang kasih sayang dan kemesraan keluarganya. Maka anak itu merasa kecewa hidupnya, merasa tidak diterima kehadirannya di dunia ini. Oleh lingkungannya. Maka sebagai konpensasi ia jadi nakal, pergi ke jalan raya, ngebut yang membahayakan hidupnya, mence-maskan orang tuanya. Kalau tidak, ia beramai-ramai menghisap ganja, morpin dengan teman-temannya yang senasib.
Maka kegelisahan dunia dewasa ini sangat erat dengan tidak bisanya para ibu dalam membina putra-putrinya. Perang, perampokan, penodongan, garong, maling, kebanyakan itu dilakukan oleh orang-orang yang tadinya seorang bayi yang kurang mendapat kasih sayang dari ibu dan ayahnya. Seandainya bayi-bayi calon manusia itu mendapat kemesraan cinta dan kasih sayang yang penuh, maka kelak kemudiannya jadi orang yang baik, tidak suka perang, tidak suka nodong, maling, garong dan lain-lain. Dan jika para ibu sedunia ini memperhatikan anaknya, mengarahkan perkembangan putra/ putrinya pada hal-hal yang membangun dan memupuk perilaku kemanusiaan, maka percayalah kedamaian dunia, kelestarian alam ini bisa diharapkan membaik. Tapi sayang masih banyak ibu-ibu sekarang lebih sibuk merawat diri, mempercantik diri, takut tua, make up yang mahal-mahal, tapi lupa naluri kewanitaan yaitu pemelihara alam, memelihara dan mempersiapkan generasi mendatang, yaitu manusia-manusia yang berguna bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat di lingkungan ia berada. Begitulah tugas wanita, yang kelihatannya remeh, sepele, tapi sangat berharga dan mempunyai tanggung jawab kepada dunia.
Sekarang tidak terkira jumlahnya wanita maupun pria yang frustasi dan berlaku yang aneh-aneh tapi merusak dirinya dan orang lain, sebagai kompensasi yang diperbuatnya membuat hari depannya sendiri gelap tak berpelita. Oleh sebab itu kasih sayang dari ibu sebagai wanita maupun ayah sangat minta perhatian di abad akhir-akhir ini.
Seorang tokoh dunia ahli kemasyarakatan yang juga menjabat sebagai nabi, telah berfatwa, jika rusak wanitanya maka akan rusak masyarakat atau negaranya, dan jika baik wanitanya maka akan baik masyarakat atau negaranya. Maka barangkali disinilah para intelektual sekarang ini meletakkan terminal berfikirnya.
Bukan lagi kritik buat wanita jika saya katakan bahwa wanita sekarang banyak nyeleweng dari tugasnya sebagai wanita. Apalagi zaman berkuasanya uang dewasa ini, wanita sampai hati memperdagangkan kehormatannya. Hal ini sama saja dengan membunuh keturunan, merusak dan menghancurkan masa depan kemanusiaan.
Pernah saya dengar ibu remaja takut cepat tua, ia tidak mau menyusui bayinya, lebih baik disusui sapi saja agar sehat dan lain-lain. Tapi kemudian timbulah pembaharuan bahwa susu ibu lebih baik, lebih menyehatkan dari pada susu sapi buatan manapun.
Sejarah manusia itu sendiri telah jelas memberi gambaran. Nabi Adam dirayu istrinya (ibu Hawa) untuk ikut memakan buah terlarang (khuldi). Padahal buah itu sudah diberitahukan oleh Tuhan bahwa buah itu akan berakibat menyengsarakan. Tapi akhirnya dimakan juga atas bujukan iblis. Ini adalah simbul suatu peringatan yang drastis, bahwa wanita adalah kunci hari depan bangsa atau umat. Jika baik wanita, maka baik masyarakat, jika bokbrok wanitanya, maka akan kita tunggu kebejatan moral.
Wanita masa kini. Jika di rumah biasa-biasa saja dipandang suaminya, tapi jika keluar dari rumah, ia harus ber-make up seindah mungkin, dan disemprot dengan wangi-wangian yang merangsang. Istri saya tak mau ketinggalan sebab itu sudah membudaya, sudah kaprah lumrah dan wajar seperti orang-orang wanita kebanyakan. Mungkin istri anda juga demikian dan seribu wanita-wanita lainnya.
Melihat wanita cantik memang asyik. Terutama remaja-remaja mata keranjang, cepat dewasa malas kerja, mau enak saja tak tahu jalannya yang baik. Kalau sudah terangsang wanita cantik akibatnya putus asa dengan jalan yang gampang, nodong, melamun, onani atau jadi brandal-brandal yang rusak, memperkosa dan lain-lain. Kemana akan kau bawa dunia ini wahai wanita ? “Aku tidak bersalah” kata kaum wanita. “Aku hanya sebagai akibat” kata kaum wanita. “Kalau begitu baiklah, kita sama-sama mencari kambing hitam saja untuk mencari yang salah” jawab orang laki-laki. Ruwet bukan ?.
Seorang manusia sempurna pernah mencetuskan kata-kata mutiara: Dunia ini adalah permata yang indah dan menyenangkan. Dan permata yang paling indah dan menyenangkan adalah wanita yang berbudi pekerti yang baik dan luhur jiwanya. Kenapa bukan disebut wanita cantik, ratu luwes dan lain-lain. Sebab semua wanitalah yang cantik. Yang tampan adalah lelaki. Tapi yang paling indah dan menarik adalah wanita yang ramah, sopan santun, berbudi pekerti baik dan berjiwa luhur, berani berkorban, tidak mementingkan diri sendiri. Adapun wanita yang egois adalah wanita yang mementingkan dirinya sendiri, tanpa memandang keturunan yang akan dilahirkannya.
Dilihat dari fisiknya wanita adalah mahluq yang halus dan lembut. Kelembutan wanita pernah menaklukan samson yang perkasa, kelembutan wanita pernah membuat Napoleon bersujud padanya. Nah, kelembutan wanita pasti mampu melahirkan putra-putri teladan, putra-putri yang baik untuk generasi mendatang, jangan sampai kelembutan wanita berlaku sebaliknya. Untuk mengeruk kantong Oom senang yang mana uang itu justru uangnya rakyat, berabe Noooo. Rakyat melarat, negaranya bejad.
Tokoh wanita pernah berkaok-kaok di atas podium sebagai orator, jago pidato. Beliau mengatakan: Wanita itu adalah wani noto (wanito) artinya berani mengatur, berani jadi pimpinan, sedangkan sorga saja masih di bawah telapak kaki kita (para ibu). Begitulah kehebatan wanita, bukan sebagai boneka penghibur lelaki, bukan hanya mau jadi pemuas laki-laki tapi lebih dari itu wanita sanggup memberikan putra-putri yang baik dan luhur, yang artinya lebih hebat dari kata-kata berikut: di pundakmu hai pemuda terletak hari depan bangsa. Tapi sekarang harus disadari Di tanganmulah, hai wanita letak nasib manusia masa mendatang.
Dunia ini akan bergoncang, jika wanita banyak bertingkah. Sebaliknya dunia ini akan tenang dan tentram jika wanita-wanita menjalankan keibuannya. Pernyataan itu bukanlah sekedar kata-kata kosong, tapi ia telah melalui proses berfikir mendalam dari hukum sebab dan akibat yang berentetan dan ia akan menjadi kenyataan yang meyakinkan. Coba renungkanlah jika seandainya dunia ini sudah krisis keibuan. Wanita sudah tidak lagi punya sifat-sifat keibuan, yang sabar, penuh kasih sayang, tekun, tawakal dan sudi berkorban untuk membesarkan putra-putranya dengan baik, mengasihi dan mendidik agar jadi manusia yang luhur jiwanya.
Benarkah perasaan ibu itu membawa hari depan si anak ?. Banyak sekali orang melihat kenyataan ini, orang-orang Indonesia yang hidup dijajah Belanda dan Jepang dilahirkan dalam ibunya cemas, gelisah, tidak bahagia. Mereka bilang, makanya orang-orang yang lahir di Zaman penjajahan tidak segagah, tinggi, jangkung orang-orang yang dilahirkan di masa kemerdekaan. Disamping itu kami tidak melupakan unsur-unsur gizi yang sehat dan lain-lain. Namun keadaan yang demikian menjadi pelajaran bagi kita. Bahwa ibu yang mengandung harus mengutamakan hari depan si bayi, ia harus gembira, makan makanan yang bergizi, mengangan-angankan putra yang luhur jiwanya, suka berkorban buat kemanusiaan, tidak hanya mementingkan dirinya sendiri saja, jadi pemimpin yang bermoral baik, cerdas dan sehat. Ibu harus selalu rindu akan budi yang baik, perangi yang sopan dan berjiwa besar. Begitu juga jika bayi itu lahir harus digelari dengan nama yang baik, dan bercita-cita.
Namun begitu masih ada wanita atau ibu sekarang dalam kehamilannya ia tidak mencita-citakan yang itu tentang jiwa besar, tapi mereka sibuk mempersiapkan ranjang bayi, perkakas-perkakas bersalin, obat-obatan, jamu-jamu dan pakaian-pakaian si kecil nanti. Mereka lebih prihatin tentang materi dari pada idea yang besar tentang bayi. Ada ibu yang betul-betul ibu sejati, tatkala ditanya dokter: Bagaimana ibu kalau disuntik, atau diobati, agar kalau melahirkan tidak merasa takut atau sakit ? ibu sejati itu menjawab: Dokter, aku benar-benar ibunya, aku ingin merasa sakit yang bagaimanapun bentuknya, aku rela berkorban untuk calon manusia ini. Jangan, Dokter. Aku ingin betul-betul berkorban untuk anakku. Jawaban itu telah memukau para perawat, bidan yang menunggui. Disanalah tergores kemanusiaan yang agung. Mati untuk melahirkan, berarti mati sahid dalam perjuangan. Ibu itu akan mengubah rasa sakit menjadi kenikmatan hidup. Melahirkan sama dengan pahlawan yang berhasil menampilkan putra-putrinya ke dunia, apalagi kalau putra-putrinya itu berbudi luhur, berbakti pada masyarakat, dialah ibu yang harus kita heningkan cipta padanya apabila sudah tiada.
Maka kegelisahan dunia dewasa ini sangat erat dengan tidak bisanya para ibu dalam membina putra-putrinya. Perang, perampokan, penodongan, garong, maling, kebanyakan itu dilakukan oleh orang-orang yang tadinya seorang bayi yang kurang mendapat kasih sayang dari ibu dan ayahnya. Seandainya bayi-bayi calon manusia itu mendapat kemesraan cinta dan kasih sayang yang penuh, maka kelak kemudiannya jadi orang yang baik, tidak suka perang, tidak suka nodong, maling, garong dan lain-lain. Dan jika para ibu sedunia ini memperhatikan anaknya, mengarahkan perkembangan putra/ putrinya pada hal-hal yang membangun dan memupuk perilaku kemanusiaan, maka percayalah kedamaian dunia, kelestarian alam ini bisa diharapkan membaik. Tapi sayang masih banyak ibu-ibu sekarang lebih sibuk merawat diri, mempercantik diri, takut tua, make up yang mahal-mahal, tapi lupa naluri kewanitaan yaitu pemelihara alam, memelihara dan mempersiapkan generasi mendatang, yaitu manusia-manusia yang berguna bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat di lingkungan ia berada. Begitulah tugas wanita, yang kelihatannya remeh, sepele, tapi sangat berharga dan mempunyai tanggung jawab kepada dunia.
Sekarang tidak terkira jumlahnya wanita maupun pria yang frustasi dan berlaku yang aneh-aneh tapi merusak dirinya dan orang lain, sebagai kompensasi yang diperbuatnya membuat hari depannya sendiri gelap tak berpelita. Oleh sebab itu kasih sayang dari ibu sebagai wanita maupun ayah sangat minta perhatian di abad akhir-akhir ini.
Seorang tokoh dunia ahli kemasyarakatan yang juga menjabat sebagai nabi, telah berfatwa, jika rusak wanitanya maka akan rusak masyarakat atau negaranya, dan jika baik wanitanya maka akan baik masyarakat atau negaranya. Maka barangkali disinilah para intelektual sekarang ini meletakkan terminal berfikirnya.
Bukan lagi kritik buat wanita jika saya katakan bahwa wanita sekarang banyak nyeleweng dari tugasnya sebagai wanita. Apalagi zaman berkuasanya uang dewasa ini, wanita sampai hati memperdagangkan kehormatannya. Hal ini sama saja dengan membunuh keturunan, merusak dan menghancurkan masa depan kemanusiaan.
Pernah saya dengar ibu remaja takut cepat tua, ia tidak mau menyusui bayinya, lebih baik disusui sapi saja agar sehat dan lain-lain. Tapi kemudian timbulah pembaharuan bahwa susu ibu lebih baik, lebih menyehatkan dari pada susu sapi buatan manapun.
Sejarah manusia itu sendiri telah jelas memberi gambaran. Nabi Adam dirayu istrinya (ibu Hawa) untuk ikut memakan buah terlarang (khuldi). Padahal buah itu sudah diberitahukan oleh Tuhan bahwa buah itu akan berakibat menyengsarakan. Tapi akhirnya dimakan juga atas bujukan iblis. Ini adalah simbul suatu peringatan yang drastis, bahwa wanita adalah kunci hari depan bangsa atau umat. Jika baik wanita, maka baik masyarakat, jika bokbrok wanitanya, maka akan kita tunggu kebejatan moral.
Wanita masa kini. Jika di rumah biasa-biasa saja dipandang suaminya, tapi jika keluar dari rumah, ia harus ber-make up seindah mungkin, dan disemprot dengan wangi-wangian yang merangsang. Istri saya tak mau ketinggalan sebab itu sudah membudaya, sudah kaprah lumrah dan wajar seperti orang-orang wanita kebanyakan. Mungkin istri anda juga demikian dan seribu wanita-wanita lainnya.
Melihat wanita cantik memang asyik. Terutama remaja-remaja mata keranjang, cepat dewasa malas kerja, mau enak saja tak tahu jalannya yang baik. Kalau sudah terangsang wanita cantik akibatnya putus asa dengan jalan yang gampang, nodong, melamun, onani atau jadi brandal-brandal yang rusak, memperkosa dan lain-lain. Kemana akan kau bawa dunia ini wahai wanita ? “Aku tidak bersalah” kata kaum wanita. “Aku hanya sebagai akibat” kata kaum wanita. “Kalau begitu baiklah, kita sama-sama mencari kambing hitam saja untuk mencari yang salah” jawab orang laki-laki. Ruwet bukan ?.
Seorang manusia sempurna pernah mencetuskan kata-kata mutiara: Dunia ini adalah permata yang indah dan menyenangkan. Dan permata yang paling indah dan menyenangkan adalah wanita yang berbudi pekerti yang baik dan luhur jiwanya. Kenapa bukan disebut wanita cantik, ratu luwes dan lain-lain. Sebab semua wanitalah yang cantik. Yang tampan adalah lelaki. Tapi yang paling indah dan menarik adalah wanita yang ramah, sopan santun, berbudi pekerti baik dan berjiwa luhur, berani berkorban, tidak mementingkan diri sendiri. Adapun wanita yang egois adalah wanita yang mementingkan dirinya sendiri, tanpa memandang keturunan yang akan dilahirkannya.
Dilihat dari fisiknya wanita adalah mahluq yang halus dan lembut. Kelembutan wanita pernah menaklukan samson yang perkasa, kelembutan wanita pernah membuat Napoleon bersujud padanya. Nah, kelembutan wanita pasti mampu melahirkan putra-putri teladan, putra-putri yang baik untuk generasi mendatang, jangan sampai kelembutan wanita berlaku sebaliknya. Untuk mengeruk kantong Oom senang yang mana uang itu justru uangnya rakyat, berabe Noooo. Rakyat melarat, negaranya bejad.
Tokoh wanita pernah berkaok-kaok di atas podium sebagai orator, jago pidato. Beliau mengatakan: Wanita itu adalah wani noto (wanito) artinya berani mengatur, berani jadi pimpinan, sedangkan sorga saja masih di bawah telapak kaki kita (para ibu). Begitulah kehebatan wanita, bukan sebagai boneka penghibur lelaki, bukan hanya mau jadi pemuas laki-laki tapi lebih dari itu wanita sanggup memberikan putra-putri yang baik dan luhur, yang artinya lebih hebat dari kata-kata berikut: di pundakmu hai pemuda terletak hari depan bangsa. Tapi sekarang harus disadari Di tanganmulah, hai wanita letak nasib manusia masa mendatang.
Dunia ini akan bergoncang, jika wanita banyak bertingkah. Sebaliknya dunia ini akan tenang dan tentram jika wanita-wanita menjalankan keibuannya. Pernyataan itu bukanlah sekedar kata-kata kosong, tapi ia telah melalui proses berfikir mendalam dari hukum sebab dan akibat yang berentetan dan ia akan menjadi kenyataan yang meyakinkan. Coba renungkanlah jika seandainya dunia ini sudah krisis keibuan. Wanita sudah tidak lagi punya sifat-sifat keibuan, yang sabar, penuh kasih sayang, tekun, tawakal dan sudi berkorban untuk membesarkan putra-putranya dengan baik, mengasihi dan mendidik agar jadi manusia yang luhur jiwanya.
Benarkah perasaan ibu itu membawa hari depan si anak ?. Banyak sekali orang melihat kenyataan ini, orang-orang Indonesia yang hidup dijajah Belanda dan Jepang dilahirkan dalam ibunya cemas, gelisah, tidak bahagia. Mereka bilang, makanya orang-orang yang lahir di Zaman penjajahan tidak segagah, tinggi, jangkung orang-orang yang dilahirkan di masa kemerdekaan. Disamping itu kami tidak melupakan unsur-unsur gizi yang sehat dan lain-lain. Namun keadaan yang demikian menjadi pelajaran bagi kita. Bahwa ibu yang mengandung harus mengutamakan hari depan si bayi, ia harus gembira, makan makanan yang bergizi, mengangan-angankan putra yang luhur jiwanya, suka berkorban buat kemanusiaan, tidak hanya mementingkan dirinya sendiri saja, jadi pemimpin yang bermoral baik, cerdas dan sehat. Ibu harus selalu rindu akan budi yang baik, perangi yang sopan dan berjiwa besar. Begitu juga jika bayi itu lahir harus digelari dengan nama yang baik, dan bercita-cita.
Namun begitu masih ada wanita atau ibu sekarang dalam kehamilannya ia tidak mencita-citakan yang itu tentang jiwa besar, tapi mereka sibuk mempersiapkan ranjang bayi, perkakas-perkakas bersalin, obat-obatan, jamu-jamu dan pakaian-pakaian si kecil nanti. Mereka lebih prihatin tentang materi dari pada idea yang besar tentang bayi. Ada ibu yang betul-betul ibu sejati, tatkala ditanya dokter: Bagaimana ibu kalau disuntik, atau diobati, agar kalau melahirkan tidak merasa takut atau sakit ? ibu sejati itu menjawab: Dokter, aku benar-benar ibunya, aku ingin merasa sakit yang bagaimanapun bentuknya, aku rela berkorban untuk calon manusia ini. Jangan, Dokter. Aku ingin betul-betul berkorban untuk anakku. Jawaban itu telah memukau para perawat, bidan yang menunggui. Disanalah tergores kemanusiaan yang agung. Mati untuk melahirkan, berarti mati sahid dalam perjuangan. Ibu itu akan mengubah rasa sakit menjadi kenikmatan hidup. Melahirkan sama dengan pahlawan yang berhasil menampilkan putra-putrinya ke dunia, apalagi kalau putra-putrinya itu berbudi luhur, berbakti pada masyarakat, dialah ibu yang harus kita heningkan cipta padanya apabila sudah tiada.