PANGAN VS PANGAN FUNGSIONAL
Seringkali kita mendengar pepatah orang yang mengatakan bahwa hidup ini adalah untuk makan. Beberapa lainnya tidak setuju dengan pepatah ini. Mereka lebih setuju untuk mengatakan bahwa makan untuk hidup. Manusia memang membutuhkan makanan untuk menunjang hidupnya. Berbicara mengenai makanan erat kaitannya dengan pangan. Menurut UU Pangan Nomor 18 Tahun 2012, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Fungsi pangan yang utama bagi manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi tubuh, sesuai dengan jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan bobot tubuh. Fungsi pangan yang demikian dikenal dengan istilah fungsi primer (primary function). Selain memiliki fungsi primer, bahan pangan sebaiknya juga memenuhi fungsi sekunder (secondary function), yaitu memiliki kenampakan dan cita rasa yang baik. Setinggi apapun kandungan gizi suatu bahan pangan akan ditolak oleh konsumen apabila kenampakan dan cita rasanya tidak menarik dan tidak memenuhi selera konsumen. Oleh sebab itu kemasan dan cita rasa menjadi faktor penting dalam menentukan apakah suatu bahan pangan sesuai selera dan dapat diterima atau tidak oleh konsumen.
Kebutuhan akan makanan mengalami pergeseran dari waktu ke waktu. Berawal dari istilah empat sehat lima sempurna, dimana setiap orang disarankan untuk memenuhi kebutuhan gizi melalui sumber karbohidrat (beras, ubi, gandum), lauk sebagai sumber protein dan lemak (ikan, tempe, tahu, daging, dan sebagainya), sayur sebagai sumber vitamin, serat dan mineral, buah sebagai sumber vitamin dan sebagai penyempurnanya adalah susu. Namun demikian, empat sehat lima sempurna tidaklah harus dipenuhi, mengingat kebutuhan masing-masing orang akan berbeda.
Kebutuhan makanan bagi setiap orang kemudian bergeser menjadi menu seimbang, dalam artian bahwa kebutuhan tiap individu tidak harus mengikuti empat sehat lima sempurna, namun disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu. Contoh, penderita diabetes mellitus memerlukan sumber energi yang berasal dari karbohidrat kompleks (ubi dan serat) yang mengurangi kecepatan pelepasan gula ke dalam tubuh. Anak-anak memerlukan lebih banyak sumber protein untuk pembangunan sel-sel tubuh, dengan diimbangi sumber karbohidrat yang sesuai dengan aktivitasnya.
Pergeseran kebutuhan bahan makanan terjadi lagi seiring dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat. Bahan pangan yang kini mulai banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Fungsi yang demikian dikenal sebagai fungsi tertier (tertiary function).
Saat ini telah banyak diketahui bahwa di dalam bahan pangan terdapat senyawa yang mempunyai peranan penting bagi kesehatan. Senyawa tersebut mengandung komponen aktif yang mempunyai aktivitas fisiologis yang memberikan efek positif bagi kesehatan tubuh orang yang menkonsumsinya. Oleh karena itu lahirlah konsep pangan fungsional atau kesehatan (functional food).
The International Food Information (IFIC) mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang memberikan manfaat kesehatan di luar zat-zat dasar. Menurut Badan POM, pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Pangan fungsional dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan dan minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen. Pangan fungsional juga tidak memberikan kontraindikasi dan tidak memberi efek samping pada jumlah penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya.
Persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional adalah:
1.Harus merupakan produk pangan (bukan berbentuk kapsul, tablet atau bubuk) yang berasal dari bahan (ingredient) alami
2.Dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari-hari
3.Mempunyai fungsi tertentu pada saat dicerna, serta dapat memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti: memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu mengembalikan kondisi tubuh setelah sakit tertentu, menjaga kondisi fisik dan mental, serta memperlambat proses penuaan.
4.Jelas sifat fisik dan kimianya serta kualitas dan jumlahnya dan aman dikonsumsi
5.Kandungannya tidak boleh menurunkan nilai gizinya.
Berikut adalah contoh makanan yang termasuk ke dalam makanan fungsional: makanan yang mengandung bakteri yang berguna untuk tubuh (yoghurt dan kefier); bahan pangan yang mengandung serat, misalkan bekatul dan gandum utuh; Makanan yang mengandung senyawa bioaktif seperti polifenol untuk mencegah kanker misal teh, komponen sulfur (bawang) untuk menurunkan kolesetrol, daidzein pada tempe untuk mencegah kanker, serat pangan (sayuran, buah, kacang-kacangan) untuk mencegah penyakit yang berkaitan dengan pencernaan.
Daftar Pustaka
Nugraheni, Mutiara. Peranan Makanan bagi Manusia.
https://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/MAKANAN%20FUNGSIONAL.pdf. Diakses 5 November 2013
Anonimous. 2012. Undang-undang tentang Pangan
https://ppvt.setjen.deptan.go.id/ppvtpp/files/61UU182012.pdf. Diakses 5 November 2013
Widyaningsih, Tri Dewanti. 2006. Pangan fungsional makanan untuk kesehatan.
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang