Mengembangkan Objek Wisata Alam

MENGEMBANGKAN
OBJEK WISATA ALAM
Oleh: DR H. Rochajat Harun [1]

_____________________________

maribaya.jpg            Dalam pembangunan pariwisata, Objek dan Atraksi wisata merupakan sasaran atau fokus utama. Mereka adalah penyebab utama motivasi wisatawan mengunjungi tempat wisata. Alasan lain karena dalam pengembangannya perlu terfokus secara terpadu. Misalnya, bila daya tarik wisata (atraksi) ingin berhasil jadi tempat kunjungan wisatawan, hendaknya pembangunannya terpadu dengan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan itu, misalnya transportasi, akomodasi, keamanan  dan lain-lain.

            Pada umumnya objek dan atraksi wisata dapat berupa unsur-unsur budaya seperti kesenian, tari-tarian, monumen-monumen peninggalan sejarah termasuk tempat-tempat peribadatan, makam-makam buhun, adat istiadat masyarakat tertentu, dan lain-lain. Objek lain yang barangkali masih belum atau kurang terjamah adalah objek wisata alam yang meliputi banyak hal. Misalnya keadaan iklim tropis yang dimiliki tanah air kita, udara panas, sejuknya alam pergunungan, tanah dan pemandangan (land configuration and landscape), sungai, danau, pantai, sumber air panas, hutan belukar, komoditas pertanian dan kelautan, serta berbagai jenis flora dan fauna.

              Beberapa waktu yang lalu, saya pernah menyaksikan sebuah bis pariwisata berhenti di Ciranjang, tepat di jembatan sungai Citarum. Mereka –mungkin para turis asing dari Rusia atau negara Eropah- pada turun dari bis. Dengan asyiknya mereka memotret sambil berbincang bincang dengan rekannya. Kameranya diarahkan pada lembah sungai Citarum dibawah jembatan. Yang mereka bidik adalah pemandangan lembah dan dua buah perahu penangkap ikan yang sedang parkir dipinggir sungai.  Beautifull, fantastic”, demikian ucapan spontan dari para wisatawan. Pramuwisata (guide) cuma senyum-senyum saja.

              Kejadian tersebut mengingatkan saya sewaktu berkunjung ke AS tahun 1982, mengikuti suatu seminar. Ada kesempatan bagi kami peserta seminar untuk menyaksikan lembah jeram Grand Canon, dan Niagara Fall. Yang menarik dari penyaksian kedua objek wisata tersebut adalah pengelolaannya. Para pengunjung diberi kesempatan menyaksikan pemandangan indah lembah Grand Canon melalui teropong yang disediakan berjajar sepanjang jalan. Tentunya membayar dengan coin yang dimasukan ke dalam teropong. Cukup mahal, tapi puas juga karena dari jarak jauh kita bisa menyaksikan keindahan lembah, dan terlihat pula tenda-tenda penduduk asli. Tempat parkir yang luas, serta kesiapan guide menambah minat kita menyaksikan panorama alam yang indah itu.

              Di Niagara Fall, dengan peralatan canggih kita bisa menuruni lembah dengan menggunakan lift   sampai kebawah, sampai ke dasar air terjun. Semula saya was-was. Tapi setelah tahu disediakan peralatan pelindung baik helm, baju pelampung dan lain-lain, serta kecanggihan guide, jadinya hati saya tenang juga. Semua itu tentunya dengan biaya yang cukup mahal. Tapi sangat memuaskan para pengunjung.

              Di banding dengan negara-negara lain ternyata Indonesia memiliki banyak sekali objek wisata alam yang sangat potensial untuk dilola dan dikembangkan secara baik. Namun memerlukan strategi promosi dan pengembangannya yang tepat sehingga jenis objek wisata yang satu ini lebih dikenal bagi para calon wisatawan, terutama wisatawan luar negeri. Tentunya ada pula objek wisata alam yang sudah lama dikenal dan dilola seperti taman laut Bunaken di Sulawesi Utara, taman laut Banda di Maluku, wisata-agro kebun teh di kawasan Puncak Bogor, wisata alam / di Bali dan tempat-tempat lain di Indonesia.

              Di Sumatera Barat, wisata alam ini pernah digalakkan oleh Ridwan Tulus, Direktur Sumatera and Beyond, yang menyebutya wisata ini sebagai Wisata Jalan Kaki Dunia. Dengan strategi yang dilakukan dan manajemen yang ia terapkan, pada 23-26 Maret 2006 datang sekitar 400 wisatawan asing dan sekitar 500 wisatawan Nusantara ke Sumatera Barat mengikuti Wisata Jalan Kaki untuk Perdamaian.

Pejalan kaki dunia yang datang antara lain dari Jepang, Belgia, Korea Selatan, China, Rusia, Australia, Selandia Baru, dan sejumlah negara dari Eropa Timur. Dari dalam negeri, pejalan kaki Bali, Jakarta, Bandung, Lampung, Riau, dan Medan. Peminat sangat banyak, tapi melihat kesiapan hotel di Sumbar yang sesuai standar mereka, hanya dibatasi untuk 400 wisatawan jalan kaki dunia, katanya.

Untuk merayu dan mengundang sekitar 15 juta anggota pejalan kaki dunia yang tersebar di puluhan negara, Ridwan mencoba mempelajari manajemen mengelola wisata jalan kaki ke Jepang. Bahkan, ia berpromosi dengan jalan kaki sejauh 1.300 kilometer, mengelilingi Pulau Kyusu, Jepang, Oktober 2002.

Ada lagi bentuk wisata alam lain yang berdasarkan komoditas pertanian dan kelautan seperti tadi sebagian telah disebutkan yaitu Agro Wisata, Wisata Bahari, Wisata Kebun Teh, Wisata Anggrek, Wisata Buah-buahan dan lain-lain. Puluhan tahun yang lalu di Engkel Subang,  pernah dikembangkan wisata Duren oleh pak Saca, seorang Kontak Tani buah-buahan dari kabupaten Subang. Namun kini sudah tak terdengar lagi kegiatan objek wisata ini. Bahkan gunung meletus pun seperti gunung Galunggung, gunung Guntur, gunung Papandayan, sebenarnya bisa saja jadi objek wisata alam. Tentunya hal ini memerlukan kecermatan pengelolaan dan pengamanan yang seksama.

Sampai sejauh mana pengelolaan wisata alam di Jawa Barat? Tentunya sudah ada, namun perlu revitalisasi yang tepat. Strategi promosinya belum terlihat, sehingga banyak objek-objek wisata alam di Jawa Barat yang belum tersentuh dan dilola secara matang. Saya kurang sepaham dengan pernyataan mantan Kepala BP-Budpar Setyanto P. Santoso beberapa waktu lalu yang menyatakan bahwa manajemen pariwisata di Indonesia adalah ”Manajemen Pariwisata Amburadul”.

Sekali lagi di Jawa Barat, banyak sekali objek wisata alam yang belum seluruhnya dilola secara baik. Antara lain  Gunung Batu dengan Maribaya di Lembang, kawasan Punclut di Ciumbuleuit, perkebunan teh di Ciater, curug Cindulang di Cicalengka, gunung Bohong dan curug Panganten di Cimahi. Demikian pula objek wisata alam di Garut sepert: Cipanas, Flamboyan Ngamplang, Kawah Talaga Bodas,  Air terjun Neglasari, Curug Orok, Sayang Heulang, Pantai Santolo, dan Pantai Rancabuaya. Bahkan di sebelah barat Pangandaran kabupaten Ciamis pun banyak sekali objek-objek wisata alam yang cukup menarik antara lain lembah pantai curam dengan namanya yang cukup keren yaitu Grand Canon, rupanya nurutan di Amerika Serikat. Sayangnya objek wisata alam ini belum terkelola secara baik.

Kita tidak menutup mata, memang ada permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan Objek Wisata Alam ini, antara lain:

Kesulitan Transportasi. Masalah trasportasi pariwisata / jalan merupakan masalah umum yang dihadapi oleh dunia pariwisata di Indonesia, terutama tranportasi dari dan ke lokasi yang terpencil. Sedangkan untuk tranportasi lokal tidak begitu masalah karena dapat diatasi oleh industri tranportasi yang dikelola oleh masyarakat sendiri. Demikian pula masalah akomodasi penginapan di lokasi objek wisata.

Akomodasi penginapan, terutama di tempat atau lokasi objek wisata, terasa masih langka. Kalaupun ada, masih belum terpelihara dengan baik. Sebetulnya, rumah-rumah penduduk setempatpun bisa saja dijadikan tempat nginap wisatawan, seperti halnya yang terjadi di Bali maupun di Pangandaran Jawa Barat.

Sumberdaya Manusia. Pada umumnya objek wisata di Indonesia disiapkan oleh pemilik pariwisata untuk ditonton oleh pelancong atau dengan kata lain umumnya adalah sebagai pariwisata budaya yang berpusat pada masyarakat. Dalam pengertian seperti ini maka objek wisata adalah barang yang diolah oleh manusia untuk ditontonkan kepada orang lain. Dengan demikian obyek pariwisata yang ada tidak dengan sendirinya dapat memuaskan pelancong, akan tetapi harus lebih dulu “disiapkan”. Ini berarti sumberdaya manusia di bidang pariwisata menjadi amat menentukan dalam menyiapkan obyek-obyek pariwisata yang ada. Dengan demikian SDM pariwisata perlu disiapkan baik jumlah, kualitas maupun  kemampuannya sebagai abdi-abdi masyarakat wisata.

Selain persoalan transportasi, sumberdaya manusia, manajemen dan pemasaran juga harus mendapat perhatian melalui deregulasi yang lain. Perhatian pemerintah daerah dalam hal-hal yang terakhir ini harus lebih dominan. Upaya yang sungguh-sungguh untuk memasarkan obyek-obyek wisata daerah di Jawa Barat harus seyogianya dilakukan secara gencar dan berkesinambungan. Promosi pariwisata melalui saluran internet, merupakan sarana yang tepat, murah dan workable terutama bagi wisatawan mancanegara. Media komunikasi lainpun kiranya perlu dimanfaatkan secara seksama dan terpadu, baik surat kabar, brosur, radio maupun televisi.

Masalah lain yang kiranya memerlukan perhatian juga, adalah masalah keamanan (security). Peristiwa mengenaskan bom di Bali dan hotel Mariot, masih merupakan momok bagi wisatawan asing. Demikian pula masalah keselamatan wisatawan dilokasi Wisata, baik karena kemungkinan terjadinya bencana alam, gelombang Sunami, keadaan pisik lapangan, keamanan di perjalanan dan sebagainya. Ini semua memerlukan pemikiran dan penanganan yang cukup serius. Semoga !

_____________________

[1]  Penulis, Widyaiswara Utama BBPP Lembang; dosen pariwisata UPI dan STPB.