Pertanian dalam Islam

islamic-contribution-in-agriculture-kontribusi-islam-dalam-pertanian-2

Mengkaitkan teknologi pertanian dan Islam bagi kami tidaklah hal yang mudah. Hal ini disebabkan teknologi Pertanian merupakan ilmu pengetahuan terapan sebagai cabang dari ilmu pertanian. Dalam Al Qur’an perihal pertanian banyak dibicarakan mulai dari macam tumbuhan hingga zakat yang harus dikeluarkan. Teknologi pertanian sendiri diartikan sebagai penerapan ilmu pengetahuan dalam rangka pendayagunaan sumber daya alam (pertanian) untuk kesejahteraan manusia.

Tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi terkait dengan sumber daya alam dapat dirujuk pada QS Yaasiin:

Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripadanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan (QS 36: 33).

Ayat di atas menunjukkan bahwa pada awalnya bumi ibarat planet yang mati karena tidak ada kehidupan didalamnya. Namun dalam perkembangannya bumi menjadi tempat yang sesuai bagi kehidupan dan Allah menyediakan tanaman bagi manusia. Selain berfungsi sebagai suplai oksigen bagi kehidupan, dari tanaman juga dapat dipanen misalnya diambil bijinya untuk dikonsumsi. Ayat di atas juga menunjukkan bahwa pada dasarnya tanaman mestinya dibudidayakan agar dapat digunakan sebagai makanan. Tanpa adanya budidaya maka tanaman yang ada tidak akan mampu memenuhi kebutuhan manusia. Oleh sebab itu ayat ini diikuti dengan ayat berikutnya:

Dan kami jadikan padanya kebun – kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air (QS Yaasiin 34)

Dijadikannya kebun – kebun menunjukkan Allah membimbing manusia untuk budidaya. Saat ini Peran saudara-saudara kita dari Teknik Pertanian sangat penting karena mereka memperbaiki cara budidaya dengan menemukan alat-alat budidaya sehingga produktivitas tanaman dapat optimal juga mata air tidak sekedar dimaknai secara harfiah adanya mata air semata namun dapat pula dimaknai pemanfaatan air. Pada awalnya mereka mengambil air dari mata air untuk menyirami tanaman dan memberi minum ternak, kemudian mengalirkannya menjadi saluran irigasi dan Allah menurunkan hujan bukanlah tanpa makna apalagi hanya menyebabkan banjir tapi Allah menurunkan hujan agar manusia dapat berkpikir dan memanfaatkan misal menjadi cadangan air untuk sawah tadah hujan dan saat ini diciptakan pula bendungan-bendungan yang mampu menampung air hujan sehingga air hujan ini memberi makna bagi manusia sebagaimana firman Allah dalam QS Al Baqarah 22:

Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui

Proses budidaya menjadikan produksi pertanian dapat melebih dari yang dibutuhkan oleh pemilik kebun sehingga memunculkan teknologi baru yaitu pengolahan hasil pertanian. Sebagaimana dalam ayat selanjutnya:

Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? (QS Yaa Siin 35).

Ayat di atas secara struktural menjelaskan bahwa hasil dari budidaya adalah panen yang dapat dikonsumsi yang kemudian karena ada dalam jumlah lebih maka tangan mereka mengusahakan sesuatu yaitu melalui olah pikirnya mereka manusia mencoba memanfaatkan hasil panen agar dapat lebih awet.

Kemampuan manusia dalam pengolahan hasil pertanian yang cukup medapat sorotan Al Qur’an adalah pengolahan buah/biji menjadi minuman bukannya makanan:

Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rizqi yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar – benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan (QS An Nahl: 67).

Pada awal perkembangan teknologi pengawetan makanan, maka teknologi yang berkembang adalah pengeringan dan pembuatan minuman. Pembuatan minuman menjadi perhatian dalam Al Qur’an karena adanya kemungkinan untuk menjadi minuman yang diharamkan yaitu yang mengandung alcohol, dan itu berlangsung hingga kini. Rizqi yang baik menjadi pilihan yang harus dikembangkan dan ini yang mestinya menjadi landasan bagi calon-calon ahli pengolahan pangan untuk menjadikan makanan yang baik dan halal. Makanan yang kita produksi haruslah makanan yang baik dan halal, inilah inti ayat di atas.

Saat ini banyak sekali bahan makanan tambahan yang dibuat oleh orang-orang non muslim yang tidak memahami tentang kehalalan bahan makanan sehingga kita harus hati-hati apalagi jika kita berlaku sebagai produsen. Seorang produsen makanan harus memperhatikan setiap bahan yang digunakan. Perhatikan dan cari tahu dari apa bahan tersebut dibuat. Makanan dari hewan banyak yang diharamkan (berdasarkan hadits), sedang dari tumbuhan umumnya diperbolehkan. Penyembelihan hewan harus dengan cara yg baik dan menyebut nama Allah saat penyembelihan.

Hasil pertanian dan olahannya yang tidak kita konsumsi maka semestinya menjadi bagian untuk diperjual-belikan agar dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia.

Dari Rifaah bin Rafi’ah ra. Bahwasanya Nabi SAW pernah ditanya: pekerjaan mana yang paling baik? Beliau menjawab: “karya tangan seseorang dan tiap-tiap penjualan yang baik (HR Bazzar. Hadits shahih menurut Akim)

Hadits di atas menunjukkan bahwa pekerjaan yang baik ada dua yaitu memproduksi dan menjual yg baik. Memproduksi sendiri (atau menjadi produsen) menjadikan kita yakin tentang kehalalan bahan yang kita produksi. Apabila kita tidak mampu melakukannya maka jadilah penjual yang baik yaitu mengetahui kehalalan barang yang dijual dan cara penjualan yang halal (ini penting bagi calon ahli teknologi industry pertanian). Kadangkala produk yang kita jual adalah produk halal namun karena dijual pada saat yg tidak tepat menjadikan kiat melakukan penjualan yang tidak baik. Misalnya coklat adalah produk yang baik dan halal sehingga menjadi barang dagangan yang baik, namun jika kita menjual dalam kaitan dengan perayaan hari besar agama lain atau valentine day yang merupakan perayaan cinta bebas yg tidak diajarkan dalam Islam, maka kita telah melakukan penjualan yang tidak baik.

Dalam jual beli juga harus memperhatikan kaidah-kaidah agama.

  1. Tidak menjual barang yang diharamkan: “Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah telah mengharamkan jual minuman keras, bangkai, babi dan berhala.(HR Bukhari dan Muslim)”; kucing, anjing (kecuali untuk berburu) (HR Muslim dan Nasai),
  2. Tidak menjual dengan dua harga. Rasulullah SAW melarang dua jual beli dalam satu akad jual beli (HR Ahmad dan Nasai). Tidak halal dua syarat dalam satu akad jual beli (HR Lima Imam).
  3. Memuji barang yg dijual melebihi kondisi bahan. “Rasulullah SAW melarang najay (memuji yang berlebihan terhadap barang dagangan agar pembeli tertipu) –HR Bukhari dan Muslim
  4. Tidak menimbun barang. “Barang siapa yang menimbun barang pangan selama 40 hari, ia sungguh telah lepas dari Allah dan Allah telah berlepas darinya (HR Ahmad)”; Rasulullah SAW bersabda: Tidak akan menimbun kecuali orang yang salah (HR Muslim)
  5. Benar dalam takaran/timbangan Dasarnya ada di beberapa ayat antara lain  QS 6 : 152: —— dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil; QS 17 : 35: dan sempurnakanlah takaran apabila kamumenakar dan timbanglah dengan neraca yang benar….. dan QS 83 : 1 – 3: Kecelakan besarlah bagi orang-orang yang curang (yatu) orang-orang yg apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi,dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka menguranginya.

 

Sumber : https://nurhidayat.lecture.ub.ac.id