Tipe Pemimpin
TIPE PEMIMPIN MENURUT PEWAYANGAN
Oleh DR Ir H. Rochajat Harun MEd.
_______________________________
Sejak kecil saya senang nonton wayang golek. Seringkali orang tua maupun teman-teman sebaya manggil saya Ujang Gung Clo. Artinya, dimana dan kapan saja ada goong gamelan wayang berbunyi, pasti saya ada disana disamping dalang. Kebetulan dalang nya itu adalah pun Uwa Koncar Kayat Dipaguna, putra dalang bintang Kayat Dipaguna. Katanya beliau itu merupakan dalang munggaran di daerah Priangan, sesekeler eyang Pangeran Manggar.
Hobi nonton wayang golek ini, kadangkala lupa bahwa besok saya harus sekolah. Akibatnya di sekolah (Sekolah Rakyat tahun 50-an), saya ketiduran,sampai ngorok dibangku sekolah. Pak guru tak berani membangunkan. Mungkin segan terhadap orang tua saya, atau entah apa. Pas bubaran sekolah jam 12 siang, baru saya dibangunkan.
Pertunjukan wayang golek tempo dulu berbeda dengan jaman sekarang. Dulu mah waktunya pertunjukan cukup lama, mulai ba’da Isa kira-kira jam 9 malam sampai dengan jam 4 subuh, menjelang sembahyang subuh. Hampir semalam suntuk. Jadi pasti besoknya ngantuk disiang hari. Tempo dulu pertunjukan mengandung makna-makna filosofis, dan pendidikan moral, serta contoh-contoh berbagai perilaku. Hingga ada peribasa: Turutan laku nu alus, jauhan laku nu goreng. Pasti salamet dunya aherat. Kebaikan dan kejahatan seseorang itu dilukiskan dalam berbagai bentuk penampilan wayang. Ada yang berkarakter baik, sinatria, jujur, jahat , penipu dan sebagainya.
Sebaliknya, tontonan wayang golek jaman sekarang, waktunya sangat pendek. Paling-paling 1 atau 2 jam saja. Langsung pada dagelan alias bobodoran, tanpa kakawen bubuka maupun cerita percontohan yang bersifat filosofis dan pendidikan moral. Pokoknya asal banyak penonton ketawa saja. Itu sudah cukup.
Ada satu hal yang sampai sekarang sangat berbekas pada benak saja. Yaitu hal yang menyangkut kepemimpinan menurut pakem pawayangan. Dalam suatu episode ceritera, dituturkan bahwa Begawan Abiyasa pernah menyampaikan fatwanya kepada lima orang cucunya para satria Pandawa Lilima sebagai berikut.
Pertama, syarat seorang pemimpin harus memiliki sifat cekel deleg nu sampurna. Lima syarat mutlak bagi seorang pemimpin adalah:
- Pok ngomong, ulah rek bohong;
- Dipercaya, ulah rek ngaruksak;
- Pasini, kudu ngajadi;
- Talatah, kudu ditepikeun;
- Welas asih, ka papada jalma.
Kedua, lima model atau tipe kepemimpinan yang perlu dipahami, serta diresapi karakteristiknya, adalah:
- Merak Kacangcang, adalah tipe pemimpin yang digambarkan sebagai burung merak. Suka pamer akan apa yang dimilkinya, baik harta kekayaan, ilmu pengetahuan, kecakapan, ketampanan, pangkat dan sebagainya. Contoh dalam dunia Pewayangan adalah Subali atau prabu Rahwana. Mereka suka pamer. Takabur, seolah-olah dialah yang paling pinter dan gagah. Pinter aing henteu batur. Mereka punya watak demikian karena reueus punya aji Pancasona, ilmu kekebalan diri moal paeh-paeh.
- Kidang Kancana, adalah tipe pemimpin yang vested interest terhadap posisi maupun kedudukan yang lebih menguntungkan bagi dirinya sendiri. Dia pindah-pindah tempat kerja yang kiranya lebih enak menurut pandangan dia, walaupun dengan cara-cara yang tak wajar ataupun licik. Contoh dalam Pewayangan adalah Kombayana, yang mengembara keluar dari negeri Keling untuk mencari-cari posisi dan kedudukan yang lebih sohor. Menunggangi kuda untuk menyebrang. Adapun kuda ini merupakan jadian dari seorang bidadari yang bernama Dewi Lotama, yang saat itu terpesona dengan ketampanan Bambang Kombayana. Dari perilaku Kombayana menyeberang dengan menunggangi kuda tersebut, maka lahirlah Aswatama (Aswa = kuda/tutungangan, tama = dewi lotama), putra satu-satunya Kombayana.
- Gentong Ngumes, adalah tipe pemimpin yang pamrih. Dia mempunyai ilmu yang tinggi tapi tidak mau mengajarkan dan mengamalkan apabila tak ada imbalan jasa. Contoh dalam pewayangan adalah Togog Wijomantri, atau Karna/Dipati Awangga. Dia tak mau meladeni permintaan seseorang bila tak ada imbalannya, yang cocok menurut selera dia.
- Purwa Sajati, adalah tipe pemimpin yang punya sifat amanah dan fatonah. Tidak pamrih. Melaksanakan tugas secara ikhlas, sepi hing pamrih rame hing gawe. Contoh dalam pewayangan adalah prabu Dharma Kusumah, yang berarti ngalakoni atau menjalankan tugas kenegaraan.
Kita tentunya mengenal pula beberapa teori kepemimpinan dari dunia Barat, mulai teori klasik hingga teori moderen seperti banyak dikemukakan oleh Abraham Zalzenik (1977); John P. Kotter (1990); James M. Kauzes and Barry Z. Posner (1992); Burt Nanus (1992); Elwood N. Chapman (1991); Peter A. Topping (2002); dan sebagainya. Kita juga tentu mengenal tipe-tipe kepemimpinan yang terkenal dari Ki Hajar Dewantara: Hing Ngarso Sung Tulodo, Hing Madio Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.
Namun apa yang dikemukakan diatas, tentunya hanyalah secercah singkat tentang kepemimpinan dari versi Pewayangan. Aplikasi berbagai teori tentunya sangat bergantung kepada kelihaian seseorang untuk mencermati dan melaksanakannya secara tepat. Apalagi praktik kepemimpinan sangatlah situasional, kondisional, dan kontekstual.
____________________