Pertanian Organik menuju Pertanian Berkelanjutan
Pertanian modern/konvensional sangat tergantung pada input kimia buatan (pupuk dan pestisida), benih hibrida dan mekanisasi dengan memanfaatkan bahan bakar minyak dan juga irigasi. Sistem pertanian ini mengkonsumsi sumber-sumber yang tak dapat diperbarui, seperti minyak bumi dan fosfat dalam tingkat yang membahayakan. Sistem pertanian seperti ini berorientasi pasar dan membutuhkan modal besar.
Pemanfaatan input buatan yang berlebihan dan tidak seimbang dalam sistem konvensional bisa menimbulkan dampak besar terhadap situasi ekologi, ekonomi dan sosiopolitik, di antaranya ketergantungan yang semakin meningkat terhadap pestisida dan pupuk buatan. Input tersebut telah mencemari sungai dan air tanah dalam tingkat yang membahayakan.
Sejak akhir tahun delapan puluhan, mulai tampak tanda-tanda terjadinya kelelahan pada tanah dan penurunan produktivitas pada hampir semua jenis tanaman yang diusahakan. Hasil tanaman tidak menunjukkan kecenderungan meningkat walaupun telah digunakan varietas unggul yang memerlukan pemeliharaan dan pengelolaan hara secara intensif melalui bermacam-macam paket teknologi.
Penerapan sistem pertanian alternatif yang berwawasan lingkungan merupakan konsep yang pemasyarakatannya memerlukan waktu yang relatif panjang. Oleh karena itu diperlukan diseminasi terus menerus konsep pengelolaan lahan secara organik agar sistem pertanian di Indonesia menjadi sistem pertanian yang berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
Konsep Pertanian Organik
Pada kamus Wikipedia disebutkan bahwa usahatani organik (organic farming) adalah bentuk usahatani yang menghindari atau secara besar-besaran menyingkirkan penggunaan pupuk dan pestisida sintetis, zat pengatur tumbuh tanaman dan perangsang.
Menurut Codex Alimentarius Guidelines, jika sebuah produk disebut organik, berarti bahwa produk-produk tersebut sudah diproduksi menurut standar produksi organik dan disertifikasi oleh lembaga sertifikasi atau pihak-pihak yang mendapat otoritas untuk itu. Sementara yang disebut dengan pertanian organik adalah kegiatan pertanian yang mengupayakan penggunaan asupan luar yang minimal dan menghindari penggunaan pestisida dan pupuk sintetis. Tata cara bertani dalam pertanian organik dapat digunakan untuk meminimalkan polusi udara, polusi tanah dan polusi air.
Di Indonesia, yang disebut dengan produk pertanian organik ditetapkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pertanian Organik no SNI 6729-2013. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah.
IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movement) menyepakati ada 4 prinsip dasar pertanian organik, yaitu:
- Prinsip Kesehatan: pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan.
- Prinsip Ekologi: pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Bekerja, meniru dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan.
- Prinsip Keadilan: pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama.
- Prinsip Perlindungan: pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup.
Pertanian Berkelanjutan
Dalam pembangunan di bidang pertanian, peningkatan produksi seringkali diberi perhatian utama. Namun ada batas maksimal produktivitas ekosistem. Jika batas ini dilampaui, ekosistem akan mengalami degradasi dan kemungkinan akan runtuh sehingga hanya sedikit orang yang bisa bertahan hidup dengan sumber daya yang tersisa. Produksi dan konsumsi harus seimbang pada tingkat yang berkelanjutan dari segi ekologis.
Pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam. Sistem pertanian bisa dikatakan berkelanjutan bila mencakup hal-hal berikut ini:
- Mantap secara ekologis, yang berarti bahwa kualitas sumber daya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan – dari manusia, tanaman, hewan sampai organisme tanah – ditingkatkan. Sumber daya lokal dipergunakan sedemikian rupa sehingga kehilangan unsur hara, biomassa dan energi bisa ditekan serendah mungkin serta mampu mencegah pencemaran.
- Bisa berlanjut secara ekonomis, yang berarti bahwa petani bisa cukup menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan atau pendapatan sendiri, serta mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang dikeluarkan.
- Adil, yang berarti bahwa sumber daya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat terpenuhi dan hak-hak mereka dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta peluang pemasaran terjamin.
- Manusiawi, yang berarti bahwa semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan dan manusia) dihargai
- Luwes, yang berarti bahwa masyarakat pedesaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usahatani yang berlangsung terus-menerus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila pertanian organik dilaksanakan dengan baik maka dengan cepat akan memulihkan tanah yang sakit akibat penggunaan bahan kimia. Hal ini terjadi apabila fauna tanah dan mikroorganisme yang bermanfaat dipulihkan kehidupannya, dan kualitas tanah ditingkatkan dengan pemberian bahan organik karena akan terjadi perubahan sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Pengelolaan Lahan secara Organik
Sistem usahatani harus direncanakan dan disusun sesuai dengan kebutuhan unsur hara dan selanjutnya akan membantu dalam mempertahankan produktivitas tanah.Terdapat beberapa sistem usahatani yang dapat meningkatkan produktivitas tanah melalui penggunaan bahan organik yang berasal dari tanaman maupun hewan, konservasi sumber daya tanah dan air serta dihindarkan terjadinya pencemaran lingkungan, diantaranya adalah:
- Budidaya lorong (alley cropping) dan pertanian sejajar kontur (contour farming)
- Wanatani/Hutantani (agroforestry)
- Intensifikasi pekarangan
- Sistem pertanaman campuran dan pergiliran tanaman
- Sistem pertanaman surjan
- Pertanian – Perikanan terpadu
- Pertanian – Peternakan terpadu
- Pertanian – Peternakan – Perikanan terpadu
Perlindungan tanaman merupakan proses yang bersifat kompleks sehingga memerlukan pemahaman peranan masing-masing komponen lingkungan, sistem usahatani dan sistem pertanaman yang dilaksanakan.Beberapa praktek budidaya sebagai berikut membantu pengendalian hama penyakit pada pertanian organik:
- Pertanaman campuran dan diversifikasi
- Lokasi lahan, dalam suatu bentang lahan terdapat lahan yang tidak diusahakan
- Pergiliran tanaman, prinsipnya adalah memutus daur hidup hama tertentu
- Irama alam dan saat tanam yang tepat, pada umumnya ledakan serangan hama selalu berhubungan dengan kondisi alam tertentu
- Pemupukan dan kesehatan tanaman
- Pengolahan tanah, terutama untuk tanaman sayuran merupakan salah satu tindakan pencegahan terhadap serangan hama.
- Pemilihan varietas
- Gatra sosial, petani secara individu tidak mungkin dapat melaksanakan perlindungan secara efektif untuk areal yang cukup luas, dengan demikian untuk melaksanakan usaha perlindungan tanaman untuk suatu hamparan diperlukan kerjasama dengan petani yang lain.
- Pemanfaatan pestisida hayati.
Sertifikasi Pertanian Organik
Sertifikasi organik adalah proses untuk mendapatkan pengakuan bahwa proses buudidaya pertanian organik atau proses pengolahan produk organik dilakukan berdasarkan standar dan regulasi yang ada. Apabila memenuhi prinsip dan kaidah organik, produsen dan atau pengolah akan mendapatkan sertifikat organik dan berhak mencantumkan label organik pada produk yang dihasilkan dan bahan-bahan publikasinya.
Sertifikasi produk pertanian organik di Indonesia dapat dilakukan dengan cara: pelaku usaha pertanian organik mendaftar ke LSO (Lembaga Sertifikasi Organik) yang telah diakreditasi oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional) dan diverifikasi oleh OKPO (Otoritas Kompeten Pangan Organik) Kementerian Pertanian. Proses sertifikasi dilakukan 4 tahap yaitu : (1) aplikasi sertifikasi, (2) inspeksi yang terdiri dari review dokumen aplikasi dan inspeksi proses produksi, fasilitas produksi dan dokumentasi, (3) keputusan sertifikasi dan (4) pemberian sertifikat dan inspeksi tiap tahun. Sertifikat diberikan bila memenuhi persyaratan kesesuaian dan berhak mencantumkan logo/tanda pangan organik yang dilengkapi nomor register.
Otoritas atau lembaga setifikasi resmi harus memastikan bahwa semua inspeksi fisik dilakukan paling sedikit sekali dalam setahun dalam unit tersebut. Contoh untuk pengajuan produk yang tidak tercantum dalam yang diperbolehkan dalam standar dapat dilakukan jika dirasa penggunaannya mencurigakan. Tambahan frekuensi kunjungan dapat dilakukan sesuai kebutuhan. Untuk tujuan inspeksi, operator harus memberikan akses kepada otoritas atau lembaga sertifikasi resmi ke lokasi produksi, penyimpanan dan ke areal lahan serta ke semua dokumen pendukung yang diperlukan. Untuk tujuan inspeksi, operator juga harus memberikan semua informasi yang diperlukan kepada lembaga inspeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Coen Reijntjes, Bertus Haverkort dan Ann Waters-Bayer. 1999. Pertanian Masa Depan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Rachman Sutanto. 2002. Pertanian Organik, Menuju Pertanian Alternatif Berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Rachman Sutanto. 2002. Penerapan Pertanian Organik, Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Sabastian Eliyas Saragih. 2008. Pertanian Organik. Solusi Hidup Harmoni dan Berkelanjutan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 2013. Sistem Pangan Organik.Standar Nasional Indonesia (SNI) 0729-2013. Jakarta