GAP Untuk Meningkatkan Mutu Produk Sayuran
Produk sayuran Indonesia sering diekspor ke negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, namun terkadang mendapat penolakan karena setelah sampelnya diuji di laboratorium ternyata residu pestisidanya melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Hal ini terjadi karena penyemprotan pestisida yang berlebihan pada saat pertanaman sehingga pada saat panen, produk sayuran yang dihasilkan tidak memenuhi syarat kualitas yang ditentukan oleh negara tetangga tersebut. Sayuran merupakan jenis tanaman yang rentan terhadap bahaya residu pestisida yang berlebihan karena sifat pertanamannya yang hanya semusim, tidak tahunan seperti buah-buahan misalnya.
Salah satu cara untuk mencegah berulangnya kejadian tersebut adalah dengan menerapkan Good Agriculture Practices (GAP) Sayuran atau Pedoman Budidaya Sayuran yang Baik. GAP adalah pedoman umum dalam melaksanakan budidaya yang benar untuk menjamin kualitas produk dan keamanan petani maupun konsumen serta ramah lingkungan.Tujuan diterapkannya GAP adalah untuk meningkatkan daya saing produk sayuran Indonesia di pasar domestik dan internasional yang ditunjukkan oleh peningkatan pangsa ekspor dan atau penurunan impor, tentunya dengan meningkatkan mutu produk sayuran kita.
Mutu menurut Errol W. Hewett adalah karakteristik produk yang sesuai dengan harapan konsumen. Komponen mutu terdiri atas sifat yang kasat mata seperti warna, bentuk ukuran dan kebersihan, maupun yang tidak kasat mata seperti tekstur, rasa, aroma maupun nilai gizi dari produk sayuran. Secara garis besar hal-hal yang mempengaruhi mutu produk sayuran ada dua, yaitu faktor perlakuan sebelum panen (pada saat budidaya) dan perlakuan setelah panen, hal inilah yang tercakup dalam GAP sehingga mutu sayuran dapat terjaga.
GAP memiliki standar untuk titik kendali bagi para petani yang melaksanakan pedoman ini. Standar ini ada 3 status, yaitu wajib (harus dilaksanakan), sangat dianjurkan (sangat dianjurkan untuk dilaksanakan dan apabila dilaksanakan akan mendapat nilai sesuai kriteria alternatif kepatuhan), anjuran (dianjurkan untuk dilaksanakan dan akan mendapat nilai kepatuhan yang lebih rendah daripada nilai sangat dianjurkan)
Ruang Lingkup GAP Sayuran
Ruang lingkup GAP sayuran meliputi : (1) Manajemen Usaha Produksi, (2) Lahan dan Media Tanam, (3) Benih, (4) Penanaman, (5) Pemeliharaan, (6) Pemupukan, (7) Perlindungan Tanaman, (8) Irigasi/Fertigasi, (9) Panen, (10) Pasca Panen, (11) Penanganan Limbah, (12) Kesehatan, Keamanan dan Kesejahteraan Pekerja dan (13) Kepedulian Lingkungan.
Manajemen usaha produksi meliputi : pencatatan dan dokumentasi, evaluasi internal, penanganan kemampuan pelaku usaha dan penaganan keluhan. Seperti kita ketahui, para petani kita jarang sekali atau bahkan tidak pernah melakukan pencatatan dalam melaksanakan usaha taninya sehingga bila ada komplain dari pihak konsumen, para petani tidak dapat membela diri bahwa mereka telah melaksanakan usaha taninya sesuai dengan GAP melalui pencatatan usahanya. Oleh karena itu pencatatan usaha dalam GAP merupakan hal yang diwajibkan.
Lahan dan media tanam meliputi : lokasi lahan usaha dan persiapan lahan dan media tanam. Pada aspek ini hal yang wajib dilaksanakan ada dua hal yaitu pemilihan lokasi lahan usaha budidaya dengan kemiringan kurang dari 30% dan lahan harus bebas dari pencemaran limbah beracun. Pemilihan lokasi lahan menunjukkan kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup untuk mencegah erosi yang akan menyebabkan penurunan tingkat kesuburan lahan, sedangkan ketentuan lahan harus bebas dari pencemaran menunjukkan bahwa petani yang telah melaksanakan GAP telah memproduksi sayuran yang bebas dari pencemaran limbah beracun sehingga aman dikonsumsi.
Aspek benih meliputi mutu benih dan perlakuan benih yang tidak memiliki titik kendali yang wajib, melainkan semuanya sangat dianjurkan, meskipun demikian aspek ini sangat menentukan kualitas mutu sayuran yang dihasilkan oleh petani, dan karenanya juga sangat menentukan pendapatan usaha taninya.
Penanaman hanya memiliki titik kendali anjuran dan sangat dianjurkan, begitu pula aspek pemeliharaan yang menyarankan petani untuk melaksanakannya sesuai dengan Prosedur Operasional Standar (SOP) sebagai panduan budidaya.
Pemupukan meliputi rekomendasi jenis, jumlah dan waktu pemupukan kemudian aplikasi pemupukan (organik dan anorganik) serta penyimpanan pupuk. Aspek ini memiliki dua titik kendali wajib yaitu : limbah manusia tidak boleh digunakan untuk memupuk tanaman dan penyimpanan pupuk dilakukan di tempat yang aman, kering dan terlindung serta terpisah dengan pestisida dan benih. Limbah manusia tidak boleh digunakan sebagai pupuk karena dikhawatirkan dapat menularkan penyakit yang berbahaya, sedangkan penyimpanan pupuk diharapkan tidak mencemari lingkungan sekitarnya maupun benih yang akan ditanam.
Perlindungan tanaman meliputi : prinsip perlindungan tanaman, pestisida, penggunaan pestisida, pemeliharaan alat perlindungan, penyimpanan pestisida serta pembuangan sisa pestisida dan bekas kemasan. Pada aspek ini ada tiga aspek wajib, yaitu : pestisida yang digunakan harus terdaftar/mendapatkan izin resmi dari pemerintah, penggunaan pestisida harus sesuai dengan instruksi label dan penyimpanan pestisida dilakukan di tempat yang aman, kering dan terlindung serta terpisah dari hasil tanaman. Semua titik kendali yang wajib ini dimaksudkan agar pestisida yang bersifat racun ini tidak membahayakan petani/pekerja yang mengaplikasikannya, tidak meninggalkan residu pestisida pada sayuran yang dihasilkan serta tidak mencemari lingkungan.
Aspek irigasi/fertigasi memiliki titik kendali anjuran dan sangat dianjurkan, sedangkan aspek panen hanya memiliki titik kendali sangat dianjurkan. Meskipun demikian kedua aspek ini sangat mempengaruhi mutu hasil sayuran, oleh karenanya harus sangat diperhatikan oleh para petani.
Aspek selanjutnya adalah pasca panen yang memiliki satu titik kendali wajib yaitu penggunaan bahan kimia untuk penanganan pasca panen harus aman sesuai dengan tujuan dan prinsip keamanan pangan. Seperti kita ketahui terkadang petani menggunakan bahan kimia agar produk sayuran yang dihasilkan memiliki penampilan yang menarik dan lebih tahan lama, oleh karena itu perlu diperhatikan bahwa penggunaan bahan kimia itu aman bagi kesehatan konsumen.
Penanganan limbah dan sampah hanya memiliki titik kendali sangat dianjurkan, namun harus tetap diperhatikan agar limbah dan sampah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan.
Aspek kesehatan, keamanan dan kesejhateraan pekerja memiliki satu titik kendali wajib yaitu : pekerja pada saat melaksanakan pekerjaan produksi dan penanganan hasil dalam keadaan sehat dan tidak mengidap penyakit menular sehingga diharapkan produk sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi.
Aspek terakhir adalah kepedulian lingkungan yang hanya memiliki titik kendali berupa anjuran berupa kepedulian terhadap lingkungan sekitar tempat usaha baik berupa sumber daya alam dan masyarakat sekitar maupun keaneka ragaman hayati.
Sertifikasi GAP Sayuran
Petani yang telah melaksanakan GAP dapat mengajukan diri agar usaha tani sayuran yang dilaksanakannya mendapat sertifikat dari lembaga pemerintah. Sertifikat Prima Tiga diberikan terhadap pelaksanaan usahatani bila produk yang dihasilkan aman dikonsumsi. Sertifikat Prima Dua diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani bila produk yang dihasilkan aman dikonsumsi dan bermutu baik, sedangkan sertifikat Prima Satu diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani di mana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi, bermutu baik serta cara produksinya ramah lingkungan.
Pengajuan sertifikasi GAP dapat dilakukan pada OKKPD (Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah) yang pada umumnya dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan tingkat provinsi untuk mendapatkan sertifikat Prima Tiga dan Prima Dua, sedangkan setifikat Prima Satu harus diajukan kepada OKKPP (Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Pusat) yaitu Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yang akan melaksanakan penilaian bersama Direktorat Jenderal teknis terkait lainnya, dalam hal produk sayuran adalah bersama Ditjen Bina Produksi Hortikultura