MENCERMATI DAYA SAING PRODUK WISATA INDONESIA

Rochajat Harun

 

MENCERMATI DAYA SAING

PRODUK WISATA INDONESIA

 

Dalam strategi pemasaran ada beberapa negara yang dijadikan sebagai pasar baru bagi Indonesia, yaitu negara-negara Cina, Timur Tengah, India, dan Rusia. Negara-negara tersebut di ambil karena mulai menunjukkan pertumbuhan kunjungan wisatawan yang cukup signifikan dari waktu ke waktu. Sejak 10 tahun terakhir jumlah Kunjungan dari negara-negara tersebut terus tumbuh, dan tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi Indonesia pasca bom Bali I dan Bali II. 

Selain itu, wisatawan dari negara-negara tersebut juga memberikan kontribusi yang sangat baik dalam pembelanjaan selama kunjungannya di Indonesia. Sementara kontribusi terbesar dalam pembelanjaan dari yang terbesar sampai terkecil yaitu Timur Tengah, Rusia, India, dan Cina. Dan rata-rata pengeluaran wisatawan dari negara-negara sebagai pasar wisata yang baru bagi Indonesia tersebut memberikan kontribusi terhadap devisa karena membelanjakan uangnya dengan nilai yang cukup tinggi per satu kali kunjungannya. 

Pariwisata merupakan salah satu sektor dengan tingkat kecepatan pertumbuhan yang sangat dinamis dalam perekonomian global, terutama di negara-negara maju. Bahkan pariwisata telah menjadi leading sector di banyak negara dan telah berhasil dalam mendatangkan investasi asing, sehingga pariwisata mampu menjadi generator dalam memicu dinamika pembangunan suatu negara. 

WTO (Organisasi Pariwisata Dunia) bahkan telah memprediksikan bahwa pariwisata merupakan industri terbesar yang tumbuh di abad 21 dengan perkiraan mencapai 1,6 milliar wisatawan pada tahun 2020, dengan kemampuan pembelanjaan mencapai US$ 2 triliun (atau meningkat 5 kali lipat dibandingkan kondisi pada tahun 2005 yang hanya mencapai US$ 445 miliar. 

Dengan fenomena tersebut di atas, maka akan semakin meningkatkan gejolak persaingan baik pada tingkat regional maupun internasional. Negara-negara akan saling bersaing untuk dapat menarik perhatian wisatawan baik dalam hal acquisition, satisfaction dan retention. Dan hal tersebut akan berimplikasi kepada posisi Indonesia dalam kancah persaingan pariwisata dunia. 

Semakin disadari bahwa dinamika perkembangan kepariwisataan di masa mendatang akan dihadapkan pada kompetisi yang semakin ketat, baik dalam aspek pemasaran maupun pengembangan produk. Kondisi tersebut akan terjadi di seluruh destinasi di penjuru dunia tanpa terkecuali termasuk Indonesia. 

Selain itu tantangan dan perubahan peran serta kewenangan stakeholders pariwisata Indonesia di era otonomi, juga akan memberikan warna tersendiri pada seluruh proses perencanaan maupun implementasi program pemasaran baik oleh pemerintah (Pusat dan Daerah) maupun swasta. 

Melihat berbagai kecenderungan tersebut, tantangan terbesar kepariwisataan nasional adalah bagaimana strategi untuk dapat bertahan dan tetap kompetitif baik di lingkungan pariwisata regional maupun internasional. Sebagai destinasi pariwisata dunia, Indonesia semestinya mampu bersaing dan tetap diminati wisatawan, terlebih melihat pada semakin dinamisnya pasar pariwisata global akhir-akhir ini. 

Suatu hal yang yang sangat penting bagi para perencana pariwisata nasional dan para pembuat/pengambil keputusan baik pada sektor publik maupun swasta adalah untuk mendapatkan informasi-informasi strategis atas kondisi pasar global secara aktual, progresif, dan inovatif terutama yang menyangkut kepariwisataan nasional. Dan informasi mengenai posisi daya saing Indonesia di persaingan global merupakan hal yang sangat penting untuk dijadikan basis pengambilan keputusan para stakekolders kepariwisataan baik nasional maupun daerah. 

Pengertian daya saing suatu negara dalam kepariwisataan adalah kemampuan menarik kunjungan wisatawan, baik wisatawan yang datang langsung ke negara tersebut, maupun yang datang setelah berkunjung ke negara lain. Dari pengertian tersebut maka hakekat persaingan dalam kepariwisataan tidak sama dengan persaingan pada sektor-sektor lainnya, karena hakekat persaingan dalam kepariwisataan pada prinsipnya adalah saling melengkapi, yaitu apabila wisatawan telah mengunjungi suatu negara yang merupakan negara pilihan utama, maka kemungkinan wisatawan tersebut untuk mengunjungi negara lainnya cukup besar, dengan catatan negara tersebut memiliki ciri khas yang berbeda dengan negara pilihan utama. 

Secara umum daya saing yang perlu ditingkatkan untuk memacu pertumbuhan pariwisata nasional mencakup tiga aspek yaitu:

  1. daya saing negara termasuk di dalamnya organisasi pariwisata nasional dan kualitas SDM-nya;
  2. daya saing masyarakat termasuk di dalamnya nilai­ nilai yang dimiliki masyarakat dalam menyikapi kepariwisataan;
  3. dan yang terakhir adalah daya saing unit bisnis kepariwisataan termasuk didalamnya keandalan dalam mengantisipasi keinginan wisatawan yang semakin demanding.

Sementara peta persaingan pariwisata Indonesia di kancah internasional, mengacu kepada buku profil pariwisata luar negeri terbitan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata,yang  dikelompokkan ke dalam 2 (dua) bagian yaitu pesaing utama dan pesaing khusus. Pesaing utama merupakan negara-negara dengan beberapa kemiripan dalam industri pariwisata seperti jumlah kunjungan, keberadaan pasar utama, keberadaan pasar potensial, posisi geografis, dan produk wisata yang ditawarkan. Yang termasuk negara pesaing utama bagi Indonesia antara lain adalah: Malaysia, Thailand, Philipina dan Vietnam, sedangkan Singapura dan Australia dikategorikan sebagai pesaing khusus berdasarkan fungsi geografis dan strategi pemasarannya. 

Daya saing pariwisata Indonesia dibandingkan dengan negara ­negara lain terutama dengan pesaingnya di atas, hingga kini masih sangat lemah. Sederet kelemahan itu terkait masalah manajemen produk, kurangnya sajian atraksi pariwisata dan budaya, kondisi infrastruktur, sumber daya manusia, pengelolaan destinasi wisata, pemasaran dan regulasi. Kelemahan lain termasuk pula masalah bencana alam, keamanan dan kesehatan, seperti adanya penyakit demam berdarah dan flu burung yang saat ini cukup menakutkan bagi wisatawan mancanegara untuk datang ke Indonesia. 

Dari sederet kelemahan tersebut, anggaran promosi pariwisata Indonesia juga masih memprihatinkan. Hal tersebut terlihat dari biaya promosi Indonesia misalnya pada tahun 2006 paling kecil diantara anggaran promosi yang dilakukan oleh pesaingnya. Anggaran terbesar dipegang oleh Australia dengan budget sekitar Rp. 250 triliun, disusul oleh Singapura dengan budget sekitar Rp 600 milyar, Malaysia dan Philipina Rp 400 milyar, dan Thailand Rp 300 milyar, sementara budget dana promosi Indonesia hanya Rp 100 milyar. 

Terlepas dari kelemahan tersebut di atas, performansi kepariwisataan Indonesia dapat diukur melalui perolehan jumlah wisatawan atau posisi market share Indonesia dibandingkan dengan pesaingnya. Pada tahun 2005 market share terbesar di pegang oleh Malaysia dengan total 16,431,055 wisatawan, kedua Thailand 11,516,936 wisatawan, Singapura 8,942,408 wisatawan, Indonesia 5,002,101 wisatawan, Vietnam 3,467,757 wisatawan, Philipina 2,623,084 wisatawan, dan Australia pada posisi terakhir yaitu 2,611,950 wisatawan. 

Untuk dapat mengetahui posisi Indonesia di antara negara ­negara pesaing, juga digunakan pendekatan metode indexs daya saing (Competitiveness Index) dari World Travel and Tourism Council (WTTC). Indexs daya saing adalah indikator untuk menentukan tingkat daya saing yang dalam hal ini adalah daya saing sebuah negara (destinasi). Index daya saing yang dikeluarkan oleh WTTC ada 8 yaitu price index, human tourism index, infrastructure index, environment index, technology index, human resourcesindex, openness index, dan social index. 

Dari hasil global comparison index di atas apabila dipetakan, dapat diketahui bahwa pada dasarnya setiap negara memiliki kelebihan maupun kelemahan tersendiri dalam peta persaingan atau bisa dikatakan semua destinasi tidak unggul di semua lini (index). Sedangkan posisi daya saing Indonesia sendiri dapat terlihat masih berada pada level rata-rata atau menengah, belum ada kelebihan secara spesifik yang dapat diunggulkan tetapi juga tidak memiliki kelemahan yang signifikan. 

Jumlah wisatawan mancanegara yang masih relatif rendah dan dengan potensi wisata yang jauh lebih besar dan beragam dibanding negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand, Indonesia sesungguhnya berpeluang cukup besar untuk menarik jauh lebih banyak lagi wisatawan mancanegara ke negaranya. Apalagi dalam beberapa tahun belakangan ini telah terjadi perubahan consumer behaviour pattern atau pola konsumsi dari para wisatawan ke jenis wisata yang lebih tinggi, yakni menikmati produk atau kreasi budaya (culture) dan peninggalan sejarah (heritage), serta nature atau eko-wisata dari suatu daerah atau negara. 

Sebagai negara yang sarat dengan sejumlah besar peninggalan sejarah, kekayaan atraksi budaya yang sangat beragam dan unik, nature maupun eko wisata yang tersebar di hampir seluruh pelosok nusantara, peluang Indonesia untuk menjadi daerah tujuan wisatawan mancanegara menjadi semakin besar. Sementara itu, persaingan yang dihadapi oleh Indonesia ini seharusnya disikapi pula bersama-sama dengan persandingan sehingga mampu menciptakan suasana co-opetition (cooperation and competition) terutama dengan negara tetangga yang lebih siap dan lebih sungguh-sungguh menangkap peluang datangnya wisatawan internasional di daerah mereka masing-masing. Paling tidak Indonesia harus mampu menangkap dan memanfaatkan "tetesan" wisatawan yang berkunjung ke negara tetangga untuk singgah ke Indonesia.

 

 
___________________________