Perbenihan Bawang Merah
Bawang merah merupakan sayuran unggulan nasional yang mempunyai peran cukup penting dan perlu dibudidayakan dengan intensif. Potensi pengembangan areal pertanaman bawang merah seluas 90.000 ha. Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bawang merah, peran benih sebagai input produksi adalah merupakan tumpuan utama untuk mencapai keberhasilan dalam usaha budidaya bawang merah.
Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bawang merah, peran benih sebagai input produksi adalah merupakan tumpuan utama untuk mencapai keberhasilan dalam usaha budidaya bawang merah. Varietas unggul bawang merah yang sudah dilepas dan disertifikasi sebanyak 21 varietas. Permasalahan pada kegiatan sertifikasi benih yang diperbanyak dengan cara vegetatif adalah keterbatasan benih sumber, baik dalam segi jumlah maupun varietas. Dalam rangka mengembalikan kemurnian varietas dilakukan proses pemurnian varietas melalui kegiatan seleksi negatif, yaitu membersihkan populasi varietas yang dimaksud dari campuran varietas lain. Pasar perbenihan bawang merah masih sangat berpeluang karena dibatasinya benih impor oleh pemerintah. Permasalahan dalam produksi benih bawang merah bersertifikat adalah sulitnya memenuhi standar mutu benih yang mengharuskan adanya intensitas serangan OPT utama hanya 0-0,5 %, karena produksi benih bawang merah dilakukan di lapang.
Benih merupakan masukan utama dalam agribisnis yang proses pengadaannya juga merupakan kegiatan agribisnis dan sebagai bahan baku industri pertanian. Dalam program sertifikasi benih, dipilah dalam kelas-kelas yaitu BS (Breeder Seed/Benih Penjenis), FS (Foundation Seed/Benih Dasar), SS (Stock Seed/Benih Pokok), dan ES (Extension Seed/Benih Sebar). Pemilahan kelas-kelas benih tersebut didasarkan pada tingkat kemurnian benih secara genetis dan tingkat/kelas penangkar benih yang berhak memproduksinya.
Benih merupakan salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya hasil bawang merah. Benih dipilih dari umbi hasil pertanaman untuk konsumsi yaitu umbi-umbi yang berukuran kecil (4-5 g/umbi) agar kebutuhan benih tidak terlalu banyak Pada umumya benih yang digunakan oleh petani adalah umbi-umbi yang berasal dari pertanaman konsumsi tanpa melalui seleksi, tetapi umbi-umbi itu telah disimpan dalam waktu sekitar 3 bulan. Hal ini dikarenakan kalau membeli benih benih bermutu harganya jauh lebih mahal, sampai 4-5 kali harga bawang konsumsi. Dengan keadaan terpaksa petani menggunakan benih seadanya yang sangat bervariasi, dari berat 5 gram sampai 15 gram/umbi, sehingga kebutuhan benih berkisar antara 0,6-1,4 ton/ha sehingga biaya produksi semakin tinggi.
Untuk mendapatkan benih bermutu baik, benih harus diperoleh dari sumber benih dan ditangani dengan prosedur yang benar. Selain itu perlu juga sistem pengawasan atau pengendalian mutu sehingga benih yang beredar mendapatkan jaminan mutu melalui sistem sertifikasi mutu benih. Sistem tersebut dalam pelaksanaannya memerlukan perangkat pendukung berupa standar pengujian dan standar mutu benih. Begitu pula untuk mendapatkan bibit yang bermutu baik, selain harus berasal dari benih dan sumber benih yang berkualitas. Bibit yang beredar harus melalui sistem sertifikasi yang dalam pelaksanaannya berdasarkan standar mutu bibit.
Standar benih bawang merah meliputi, istilah dan definisi, syarat mutu, pemeriksaan lapang dan pemeriksaan umbi di gudang, penandaan dan pengemasan benih bawang merah kelas benih sebar. Benih sebar/extension seed/G4 adalah benih yang memenuhi standar mutu kelas benih sebar, yang dihasilkan dari pertanaman G3 atau kelas yang lebih tinggi dengan pengawasan dari instansi penyelenggara sertifikasi dan pengawasan peredaran benih. Benih pokok/stock seed/G3 adalah benih yang memenuhi standar mutu kelas benih pokok, yang dihasilkan dari pertanaman G2 atau kelas yang lebih tinggi dengan pengawasan dari instansi penyelenggara sertifikasi dan pengawasan peredaran benih. Benih dasar/foundation seed/G2 adalah benih yang memenuhi standar mutu kelas benih dasar, yang dihasilkan dari pertanaman G1 atau kelas yang lebih tinggi dengan pengawasan dari instansi penyelenggara sertifikasi dan pengawasan peredaran benih.
Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bawang merah, peran benih sebagai input produksi merupakan tumpuan utama untuk mencapai keberhasilan dalam usaha budidaya bawang merah (Dirjen 76 Hortikultura, 2011). Mengingat pentingnya peran benih maka diperlukan upaya untuk meningkatkan produksi benih bersertifikat dalam kegiatan agribisnis bawang merah. Kebutuhan benih untuk bawang merah adalah 1200 kg benih asal umbi per ha. Sedangkan sasaran produksi benih bawang merah menggambarkan target produksi benih bersertifikat pada setiap tahunnya.
Di Indonesia pengembangan bawang merah melalui pemuliaan konvensional dengan mudah dapat dilakukan, karena sebagian besar kultivar tersebut umumnya dapat berbunga, kecuali varietas Sumenep (Sarto dan Permadi, 1994). Perbanyakan benih bawang merah pada umumnya menggunakan umbi sebagai organ vegetatif yang tidak akan mengalami perubahan genetik. Untuk memenuhi kebutuhan bawang merah dengan mutu terjamin, jumlah yang cukup dan berkesinambungan, perbanyakan harus dilakukan melalui sistem sertifikasi. Permasalahan pada kegiatan sertifikasi benih yang diperbanyak dengan cara vegetatif adalah keterbatasan benih sumber, baik dalam segi jumlah maupun varietas. Sementara itu varietas bawang merah yang sudah dilepas sebanyak 21 varietas. Beberapa diantaranya menyebar sebagai benih non sertifikat yang kemurnian dan tingkat generasinya tidak dapat ditelusuri sehingga mutu benih yang dihasilkan rendah.
Dalam rangka mengembalikan kemurnian varietas, dilakukan proses pemurnian varietas melalui kegiatan seleksi negatif, yaitu membersihkan populasi varietas yang dimaksud dari campuran varietas lain. Pemurnian varietas dilakukan dengan seleksi negatif yaitu mencabut dan membuang tanaman dari suatu populasi pemurnian yang secara visual karakter morfologinya tidak sesuai dengan varetas yang ditanam (Soedomo, 2006). Populasi tanaman menjadi murni sesuai karakternya dalam deskripsi varietas dan sehat, sehingga mutu benih hasil pemurnian dapat disetarakan untuk menjadi kelas benih tertentu.
Tujuan pemurnian varietas bawang merah adalah untuk menyediakan benih sumber bawang merah dari varietas-varietas yang sudah dilepas atau 78 didaftar yang beredar di masyarakat dengan karakter varietas sesuai deskripsinya dan memenuhi persyaratan standar mutu sesuai kelas.
Syarat pemurnian varietas antara lain: (a) benih yang akan ditanam jelas varietasnya, (b) varietas telah dilepas oleh menteri pertanian atau telah terdaftar untuk peredarannya, (c) benih telah di seleksi dengan karakternya sesuai deskripsi dan sehat, (d) lahan yang digunakan bukan bekas tanaman bawang merah, (e) luas pertanaman pada satu unit pemurnian maksimal 0,1 ha, dan (f) satu unit pertanaman harus satu hamparan dan dapat terdiri dari beberapa petak. Apabila dalam waktu bersamaan ada beberapa unit pemurnian, maka antar unit harus ada batas yang jelas. Prosedur pemurnian varietas harus melalui tahapan sebagai berikut: (a) mengajukan permohonan tertulis ke BPSBTPH, (b) seleksi benih sumber, (c) seleksi tanaman di lapangan pada saat tanaman berumur 20-25 hari setelah tanam (HST), 30-40 HST, dan pada saat panen, (d) pemeriksaan umbi gudang, yaitu menyisihkan umbi yang dicurigai sebagai varietas lain dan umbi yang terserang organisme pengganggu tanaman, (e) pengeluaran rekomendasi, (f) penerbitan sertifikat, dan (g) pengeluaran label. Label warna kuning untuk kelas penjenis (BS), warna putih benih dasar (BD), warna ungu untuk benih pokok (BP) dan warna biru untuk benih sebar (BR), Saat ini kondisi perbenihan bawang merah di Indonesia perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius. Hal ini karena petani masih menggunakan benih asal-asalan dan tidak bersertifikat sehingga benih yang digunakan kurang bermutu (Santoso, 2008). Padahal benih merupakan salah satu faktor utama yang menjadi penentu keberhasilan dalam budidaya tanaman.
Menurut FAO, peningkatan campuran varietas lain dan kemerosotan produksi sekitar 2,6 % tiap generasi pertanaman merupakan akibat dari penggunaan benih yang kurang terkontrol mutunya (Kuswanto, 2000). Penggunaan benih bermutu dapat mengurangi resiko kegagalan budidaya karena bebas dari serangan hama dan penyakit dan mampu tumbuh baik pada kondisi lahan yang kurang menguntungkan (Dirjen Hortikultura, 2005). Dengan adanya benih bawang merah bersertifikat, maka akan berkontribusi terhadap pergerakan ekonomi usahatani karena benih merupakan dari suatu usahatani. Pasar perbenihan bawang merah masih sangat berpeluang karena dibatasinya benih impor oleh pemerintah. Sehingga dengan tersedianya benih bersertifikat diharapkan akan meningkatkan 25 % PAD daerah maupun PAD di propinsi serta meningkatnya keuntungan dari petani/penangkar benih atau mitra.
Di Jawa Timur terdapat 30.000 ha usahatani bawang merah dan membutuhkan benih sebanyak 37.500 t per tahun. Sementara ketersediaan benih bersertifikat di Jawa Timur sampai Desember 2008 hanya 65 ton. Perbenihan dan Sarana Produksi, 2008; BPSBTPH, 2008). BPTP Jawa Timur pada tahun 2009 telah menghasilkan benih bawang merah kelas BS untuk varietas unggul Super Philip dan Bauji sebanyak 2.500 kg. Permasalahan dalam produksi benih bawang merah bersertifikat adalah sulitnya memenuhi standar mutu benih yang mengharuskan adanya intensitas serangan OPT utama hanya 0-0,5 %, karena produksi benih bawang merah dilakukan di lapang.
Daftar Pustaka
Anon. 1992/1993. Deskripsi varietas hortikultura (sayuran) Ditjen Tanaman Pangan. Direktorat Bina Produksi Hortikultura.
Biro Pusat Statistik, 1994. Produksi sayuran dan buah-buahan di Indonesia. Biro Pusat Statistik Jakarta. Indonesia.
Jones, H.A. and L.K. Mann. 1963. Allium cepa L. cv. Group Ageratum In Plant Resources of South East Asia. 8. Vegetables. Prosca. P. : 64-48.
Permadi, A.H. 1995. Pemuliaan bawang merah. Dalam Teknologi produksi bawang merah. Pusat penelitian dan pengembangan hortikultura. Badan Litbang Pertanian.
Putrasamedja, S. dan A. Permadi. 1994. Pembungaan kultivar bawang merah di dataran tinggi. Bull. Penel. Hort. XXVI (4) : 145-150.
------------------------------------------------ dan Suhardi 1992. Evaluasi klon-klon unggul harapan bawang merah tahan penyakit. Laporan hasil penelitian Balai Penelitian Hortikultura Lembang.
Rukman R. 1994. Bawang merah, Budidaya dan pengolahan pasca panen. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Sunaryono, H. dan P. Sudomo. 1989. Budidaya bawang merah (A. ascalonicum L.) Penerbit Sinar Baru, Bandung.