Meraup Untung melalui Usahatani Padi Ketan

bbpplembang padi ketanIndonesia Tahun 2017 tidak mengimpor beras, tapi mengekspor ke Srilangka. Ini merupakan keberhasilan petani. Jawa Barat tahun 2016 telah menghasilkan 12 juta ton. Salah satu terbesar kontribusi produksinya dari wilayah Subang (Kepala Kepala BPTP Jawa Barart Hendi Jatnika, 2017). Selanjutnya menyatakan walaupun kontribusinya sudah besar, peningkatan produksi padi di subang harus terus  diupayakan.Itu karena Kabupaten Subang selama ini sebagai salah satu lumbung pangan Jawa Barat maupun Nasional.

Di Kabupaten Subang, produksi padi tahun 2018  sekitar 1.366.575,57 ton yang diproduksi dari lahan sawah seluas 84.574 hektare. Kenaikan produksi padi dari tahun 2014 sampai 2018 mencapai 31.194,54 ton per tahun. Sedangkan luasan lahan pada periode Oktober-Maret 2019 sekitar 97.539 hektar.Selanjutnya Kabupaten Subang ditargetkan menjadi salah satu lumbung pangan dunia, menyusul tingginya produksi padi dari wilayah itu. Selain itu, produksi padi dari Subang diperkirakan masih terus meningkat, sejalan dengan perluasan lahan dan peningkatan produktivitas tanaman (Dinas Pertanian Kabupaten Subang, 2019).Untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan khususnya padi pemerintah pusat telah memberi bantuan benih, bibit hingga alat teknologi lain untuk mempercepat dan meningkatkan produksi pertanian di daerah Subang Jawa Barat Total nilai bantun sekitar Rp 43,63 miliar. Hal tersebut menunjukan bahwa pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian begitu besar perhatian terhadap para petani, khususnya untuk mendorong peningkatan produksi padi di daerah lumbung padi.

Dinas Pertanian Kabupaten Subang dengan luas lahan pertanian yang dimiliki saat ini seluas 84.570 hektar, yang tersebar di 30 kecamatan.Terdapat lima kecamatan yang seluruh lahan sawahnya telah menggunakan irigasi teknis yaitu Kecamatan Binong, Pamanukan, Patokbeusi, Pusakanagara, Legonkulon, dan Blanakan. Jika dibandingkan antar kecamatan, Kecamatan Binong masih merupakan kecamatan yang memiliki areal sawah berpengairan teknis terluas yaitu 8.466 hektar atau 14,84% dari seluruh sawah  berpengairan teknis di Kabupaten Subang (Subang dalam Angka, 2015).

Pada umumnya petani padi di Wilayah Binong lebih memilih menanam padi varietas Ciherang untuk kebutuhan konsumsi dan padi ketan untuk memasok kebutuhan pasar.  Walaupun dari sisi teknis budidayanya kedua varietas padi yang ditanam oleh petani tidak ada perbedaan, kalau melihat dari sisi produksi rata-rata  mecapai 7,1 ton/ha gabang kering giling, berasnya sangat cukup banyak permintaanya. Permasalahannya kenapa petani padi di Binong lebih memilih menanam padi ketan lebih luas daripada menanam padi Ciherang, padahal dari teknis budidayanya tidak ada perbedaan antara menanam padi varietas Ciherang dan padi ketan.

Berdasarkan hasil pengumpulan data dengan instrumen yang telah dipersiapkan bagi  petani responden di wilayah BP3K Kecamatan Binong, bahwa yang dominan petani umumnya tanam padi Ciherang dan ketan. Biaya sarana produksi yang paling besar  untuk   pestisida sebesar Rp 2.323.529,4 (18,21%)  untuk padi Ciherang  dan Rp  2.317.515,0 (21,62%) padi ketan. Sedangkan  untuk biaya  pupuk buatan  Rp 1.277,941,1 (10,02%)  untuk padi Ciherang dan padi ketan sebesar Rp 1.115.868,3 (10,41%) dari biaya total usahatani padi.

Hasil wawancara dengan beberapa petani responden bahwa pemberian pupuk NPK menjelang keluar malai dapat memberi pengaruh terhadap keluarnya malai yang serempak, kebernasan bulir gabah dan warnanya lebih terang serta hasilnya lebih baik/meningkat.  Demikian juga untuk padi ketan, pemberian pupuk urea dan SP36 pada prinsipnya hampir sama dengan padi Ciherang, bedanya pada padi ketan jumlah pupuk SP36 selain diberikan apada awal penanaman juga diberikan pada pemupukan susulan urea dicampur dengan SP36 untuk memperkuat pertumbuhan batang. Sedangkan untuk pemberian pupuk NPK diberikan pada tanaman padi ketan sedang bunting dan tanaman padi  mulai  keluar malai, sehingga gabah menjadi bernas dan bertambah berat/padat.

Tabel 1. Hasil Analisis  Biaya Sarana Produksi Usahatani Padi Ciherang dan Ketan di Wilayah BP3K  BinongMT 2018/2019

No

Jenis Sarana Produksi

 Biaya Sarana Produkai

Ciherang

Ketan

Jumlah (Rp)

Persen

Jumlah (Rp)

Persen

1

Benih Padi

141.176,5

1,11

181.736,5

1,70

2

Pupuk Urea

275.000,0

2,16

294.221,6

2,75

3

Pupuk SP36

258.823,5

2,03

315.419,2

2,94

4

Pupuk NPK

744.117,6

5,83

506.227,5

4,72

5

Pestisida

2.323.529,4

18,21

2.317.515,0

21,62

Jumlah

3.742.647,0

29,34

3.615.119,8

33,73

                   Sumber: Data Petani Binong, 2019

Hasil analisis data dari petani responden bahwa pada wala kegiatan berusahatani petani harus mengeluarkan biaya pengolahan tanah sampai siap tanam sebesar Rp 929.411,8  (7,29%) sedangkan biaya pengolahan tanah untuk jenis padi ketan lebih tinggi biayanya yaitu  sebesar Rp 1.013.113,8 (9,45%). Tingginya biaya pengolahan tanah untuk jenis padi keten yaitu setelah selesai dibajak dibiarkan beberapa minggu, kemudian dihaluskan dan dibiarkan beberapa hari setelah itu diratakan dengan garuk hingga tanah  rata siap untuk ditanami. Pekerjaan yang sama untuk padi jenis Ciherang dalam pengolahan tanah dimaksud yaitu pembajakan pertama, kemudian dibiarkan beberapa minggu setelah terlihat sudah mulai lembek/mudah menjadi lumpur baru dilakukan penghalusan dan dibiarkan beberapa hari. Walaupun kenyataanya bahwa pengolahan tanah dan menanam/tandur kebanyakan diborongkan, petani menerima lahan siap untuk ditanami.

Tabel 2  Hasil Analisis Biaya Tenaga Kerja  Usahatani Padi  Ciherang dan Ketan di Wilayah BP3K  Binong  MT 2018/2019

No

Biaya Tenaga Kerja

 Biaya Tanaga Kerja

Ciherang

Ketan

Jumlah (Rp)

Persen

Jumlah (Rp)

Persen

1

Pengolahan Tanah

929.411,8

7,29

1.013.113,8

9,45

2

Perbaikan Pematang

335.294,1

2,63

483.533,0

4,51

3

Pembuatan Persemaian

158.823,5

1,24

163.622,7

1,53

4

Penanaman/Tanam

1.105.882,6

8,67

1.013.113,8

9,45

5

Penyiangan

911.764,7

7,15

534.730,5

4,99

6

Pengendalian OPT

705.882,3

5,53

457.485,0

4,27

7

Panen

4.338.235,3

34,00

3.428.326,3

31,98

8

Pengeringan/Jemur

529.411,8

4,15

9.580,8

0,09

Jumlah

9.014.706,1

70,66

7.103.505,9

66,27

                Sumber: Data Petani Binong, 2019

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Tati Nurmala dkk. (2012)  menyatakan pada sistem kerja borongan ini, buruh tani upahnya dibayar pada saat semua pekerjaan selesai dikerjakan yang nilainya sesuai dengan perjanjian, pekerjaan-pekerjaan yang biasa diborongkan adalah mengolah tanah, menanam atau menyiang. Besarnya biaya tanam per hektar  untuk padi jenis Ciherang biaya yang dikeluarkan  sebesar Rp 1.105.882,6 (8,67%) , dan padi jenis ketan biaya yang dikeluarkan untuk tanam sebesar Rp 1.013.113,8 (9,45%) dari total biaya produksi.

Dalam satu  musim tanam  biaya penyiangan untuk padi Ciherang sebesar Rp 911.764,7 (7,15%), sedangkan  biaya penyiangan untuk padi ketan jauh lebih rendah yaitu  sebesar Rp 534.730,5 (4,99%)  walaupun kegiatan  penyiangan sama-sama dilakukan 3 sampai  4 kali penyiangan, hanya bedanya pada padi ketan jumlah tenaga kerjanya lebih sedikit karena gulmanya tidak banyak tertutupi oleh pertumbuhan tanaman yang banyak anakan.

Biaya yang terbesar pada kegiatan usahatani padi yaitu biaya panen, untuk padi Ciherangbiayanya mencapai   Rp 4.338.235,3 (34,00%) sedangkan untuk padi ketan biayanya sebesar Rp 3.428.326,3 (31,98%) dari seluruh biaya produksi. Bila dilihat dari presentasenya bedanya tidak terlalu menyolok, tetapi dari sisi nominalnya padi Ciherang mengeluarkan biaya lebih tinggi. Tenaga kerja memanen pada padi Ciherang melibatkan orang banyak, karena ada sebagian tanaman padinya rebah memerlukan waktu lebih lama, sedangkan padi kertan memanen  lebih cepat karena tanamannya tegak.

Komponen biaya lain yang tidak kalah pentingya yaitu biaya pengeringan/penjemuran mencapai Rp 529.411,8 (4,15%) padinya basah perlu dijemur lebih lama, sedangkan untuk padi ketan biaya hanya Rp9.580,8 (0,09%) dari biaya keseluruhan, karena gabahnya kering dijemur tidak terlalu lama.

Berdasarkan hasil analisis biaya produksi usahatani padi ciherang di wilayah BP3K Kecamatan Binong sebasar Rp 12.757.353,1 yang terdiri dari biaya pembelian sarana produksi Rp 3.742,647,0 dan biaya upah tenaga kerja sebesar Rp 9.014.706,1. Sedangkan untuk biaya produksi jenis padi ketan sebesar Rp 10.718.625,7 yang terdiri dari biaya sarana produksi Rp 3.615.119,8 dan biaya upah tenaga kerja sebesar Rp 7.103.505,9. 

Rata-rata biaya sarana produksi untuk usahatani padi jenis Ciherang di Wilayah BP3K Kecamatan Binong sebesar Rp 3.742.647,0  (29,34%),untuk pembelian pupuk buatan (urea, SP36 dan NPK) mencapai 10,02%. Biaya sarana produksi yang paling besar terdapat pada pembelian pestisida sebesar Rp 2.323.529,4 (18,21%). Sedangkan biaya rata-rata sarana produksi untuk padi jenis ketan sebesar Rp 3.615.119,8 (33,73%)  ada 10,41% untuk pembelian pupuk buatan yang sama pada padi Ciherang, dan 21,62% untuk biaya pembelian pestisida.Artinya bahwa jenis padi ciherang yang ditanam oleh petani di Wilayah BP3K tersebut sangat rentan terhadap gangguan OPT, dimana petani pada kondisi apapun harus siap seminggu satu kali harus melakukan pengendalian OPT, jika tidak tanaman padi petani akan terserang oleh hama baik wereng coklat mapun walang sangit.

Berkaitan dengan biaya tenaga kerja, bahwa usahatani padi memerlukan curahan tenaga kerja cukup banyak mencapai 70,66% , dimana biaya tenaga kerja yang harus dikeluarkan untuk padi Ciherang cukup sebesar Rp 929.411,8 (7,29%) terutama untuk biaya pada saat pengolahan  tanah, berikutnya biaya penanaman/tandur Rp 1.013.882,6 (8,67%) dan biaya yang paling tinggi pada saat panen  yaitu Rp 4.338.235,3 (34%) dari biaya keseluruhan. Sedangkan pada padi jenis ketan biaya  tenaga kerja mencapai 66,27% untuk biaya pengolahan  tanah dan biaya tanam besarnya sama yaitu masing-masing  Rp 1.013.113,8 (18,90%), berikutnya  biaya terbesar pada kegiatan panen yang mecapai Rp 3.428.326,3 (31,98%)  dari  total biaya usahatani  padi, mengapa biaya cukup besar karena untuk upah panen, jemur dan penimbangan serta penyimpanan di gudang perlu tenaga kerja yang banyak. 

Tabel 3.  Hasil Aanlisis Biaya Usahatani Padi  Jenis Ciherang dan Ketan Di Wilayah BP3K Binong  MT 2018/2019

No

Biaya Kegiatan

 Biaya Tanaga Kerja

Ciherang

Ketan

 

Jumlah (Rp)

Persen

Jumlah (Rp)

Persen

1

2

3

4

5

6

A

Biaya Sarana Produksi

3.742.647,0

29.34

3.615.119.8

33,73

1

Benih Padi

141.176,5

1,11

181.736,5

1,70

2

Pupuk Urea

275.000,0

2,16

294.221,6

2,75

3

Pupuk SP36

258.823,5

2,03

315.419,2

2,94

4

Pupuk NPK

744.117,6

5,83

506.227,5

4,72

5

Pestisida

2.323.529,4

18,21

2.317.515,0

21,62

B

Biaya Tenaga Kerja

9.014.706,1

70,66

7.103.505,9

66,27

1

Pengolahan Tanah

929.411,8

7,29

1.013.113,8

9,45

2

Perbaikan Pematang

335.294,1

2,63

483.533,0

4,51

3

Pembuatan Persemaian

158.823,5

1,24

163.622,7

1,53

4

Penanaman/Tanam

1.105.882,6

8,67

1.013.113,8

9,45

5

Penyiangan

911.764,7

7,15

534.730,5

4,99

6

Pengendalian OPT

705.882,3

5,53

457.485,0

4,27

7

Panen

4.338.235,3

34,00

3.428.326,3

31,98

8

Pengeringan/Jemur

529.411,8

4,15

9.580,8

0,09

Jumlah (A + B)

12.757,353,1

100,00

10.718.625,7

100,00

               Sumber: Data Petani Binong, 2019

Hasil analisis secara sederhana usahatani padi masih memberikan keuntungan yang cukup untuk kebutuhan petani sehari-harinya.Hasil produksi padi jenis Ciherang mampu menghasilkan gabah kering pungut sebanyak 7.647,1 kg, harga gabah kering pungut per kg Rp 5.650,0 sehingga penerimaan kotor yang diterima oleh petani sebesar Rp 43.206.115.

Untuk mengetahui besarnya pendapatan bersih usahataniu padi, yaitu jumlah nilai penerimaan dikurangi oleh jumlah biaya yang dikeluarkan, hasilnya seperti pada tabel berikut

Tabel 4   Hasil Analisis Pendapatan Usahatani Padi  Jenis Ciherang dan Ketang Di Wilayah BP3K Binong  MT 2018/2019

No

Jenis Biaya Produksi

Padi Ciherang Jumlah (Rp)

Padi Ketang Jumlah (Rp)

1

2

3

4

A

Biaya Sarana Produksi

3.742.647,0

3.615.119.8

1

Benih Padi

141.176,5

181.736,5

2

Pupuk Urea

275.000,0

294.221,6

3

Pupuk SP36

258.823,5

315.419,2

4

Pupuk NPK

744.117,6

506.227,5

5

Pestisida

2.323.529,4

2.317.515,0

B

Biaya Tenaga Kerja

9.014.706,1

7.103.505,9

6

Pengolahan Tanah Siap Tanam

929.411,8

1.013.113,8

7

Perbaikan Pematang

335.294,1

483.533,0

8

Pembuatan Persemaian

158.823,5

163.622,7

9

Penanaman/Tanam

1.105.882,6

1.013.113,8

10

Penyiangan

911.764,7

534.730,5

11

Pengendalian  OPT

705.882,3

457.485,0

12

Panen

4.338.235,3

3.428.326,3

13

Pengeringan/Jemur

529.411,8

9.580,8

C.

Jumlah Biaya Usahatani

12.757,353,1

10.718.625,7

D

Penerimaan Hasil Usahatani

43.206.115,0

46.557.577,4

Pendapatan Bersih (D – C)

30.448.761,9

35.838.951,7

Penerimaan/Cost  (R-C ratio)

3,4

4,3

Sumber: Data Petani Binong, 2019

Menurut hasil analisa pada tabel tersebut di atas, bahwa usahatani padi jenis Ciherang  mampu menghasilkan penerimaan kotor sebesar Rp 43.206.115,0 (produksi gabah kering giling 7.647,1 kg /ha dengan harga jual/kg Rp 5.650) setelah dikurangi biaya produksi sebesar Rp12.757.353,1 maka pendapatan bersih  petani padi/ha sebesar Rp30.4480.761,9  dengan  R/C ratio = 3.4. Sedangkan  usahatani padi jenis ketan manpu menghasilkan  penerimaan kotor sebesar Rp 46.557.577,4 (produksi gabah kering giling 7.722,4/ha dengan harga jual/ kg Rp 6.028,9), jadi penerimaan bersih pada usahatani padi jenis ketan Rp35.838.951,7 dengan R/C ratio 4,3. Hasil analisis tersebut menunjukan  bahwa usahatani padi jenis Ciherang masih mempu memberikan keuntungan yang cukup besar, akan tetapi bila dibandingkan dengan menanam padi jenis ketan mampu meraup untung lebih besarhal ini terlihat dari R/C rationya  3,4, sedangkan untuk padi ketan R/C rationya 4,3.